Part 8
“Ardi, aku minta maaf atas semuanya.
Seharusnya aku gak perlu marahin kamu sampai segitunya. Aku terlalu emosi. Aku
gak nyangka kalau kamu sebaik ini” ujarnya sangat lemah. Ardi mengelus lembut
tangan Sifa yang dingin dan menatap wajahnya, tatapan sayu, kantung mata yang
mulai menghitam, bibir kering, kulit putih pucat, sepertinya Sifa terlihat
lebih kurus tidak seperti dulu.
“Ohiya, kamu tau darimana kalau aku
disini?”
“Aku yang nganter mama kamu”
“Makasih banget, ya. Jadi ngerepotin
banget”
“Santai aja lagi” Ardi terus
menatapnya sambil tersenyum tulus.
Sifa memaksa dirinya untuk
tersenyum, walau sulit. Dia membalas tatapan yang selama ini dihindarinya. Ardi
masih saja menggenggam tangan Sifa.
“Kaya nya kamu harus istirahat deh.
Muka kamu pucat banget” Ardi menganjurkan. Sifa hanya mengiyakan.
♀ ♥ ♂
Sifa yang sedang berbaring di
ranjang yang sudah lama ditinggalnya, mengubah posisinya menjadi duduk, di baca
nya sms yang dia terima.
Temuin gue di tempat biasa. Sekarang!
Nomer
siapa ini, ya? batinnya. Di tengoknya keadaan di luar yang sedang hujan
dengan derasnya. Tak pikir panjang lagi, Sifa hanya mengambil jaket lalu segera
menerobos dinginnya hujan yang mengguyur kota tempat tinggalnya. Walau
sebenarnya dia tidak mengetahui tempat biasa yang di maksud di pesan tersebut
dimana, perasaannya mengatakan agar pergi saja ke tempat biasa Sifa dan
sahabatnya bertemu.
Setiba di tempat tujuan, Sifa
terkejut melihat Winda dan Tania sudah berdiri menunggu kehadirannya. Dia
bertanya-tanya pada dirinya apa yang sebenarnya terjadi.
“Langsung to the point aja kali, ya.
Gue udah muak sama lo, PENGKHIANAT!!! Cewek gak tau diri, yang bisa nya cuma
ngerebut pacar orang. Pacar SAHABATnya pula!” ujar Winda dengan emosi yang
memuncak dan melempar kasar beberapa foto tepat di muka Sifa.
“Gue gak tau harus bilang apa. Tapi
itu bukti kalau lo udah khianatin kita. Gue kecewa sama lo, sif!! Bener-bener
kecewa” ujar Tania pelan namun menusuk sampai ke paru-paru. Sifa hanya terdiam.
Dia tidak mengerti. Cobaan apalagi ini ya Allah?
Sebelum mereka meninggalkannya, Sifa
berkata dengan suara nya yang mulai serak.
“Gue gak ngerti sama kalian. Kapan
kalian ngasih gue kesempatan buat jelasin semuanya? Gue bukan pengkhianat,
malahan gue selalu nyoba buat jaga persahabatan kita, walau gue tau itu sulit”
gemericik hujan meramaikan kesunyian di antara mereka.
“Gue cuma mau bilang itu. Kalian
boleh pergi ninggalin gue sendiri disini, makasih dan maaf untuk semuanya”
lanjut Sifa dan akhirnya benar ditinggalkan mereka berdua. Kalian boleh pergi ninggalin gue sendiri disini yang benar-benar sedang
membutuhkan kalian lanjutnya dalam hati. Malam ini sangat meriah dengan
guyuran air, tidak hanya dari langit namun juga dari mata Sifa bahkan tak kalah
deras. Dia berjalan sempoyongan di bawah derasnya hujan dan petir yang semakin
menggelegar. Dia memeluk tubuhnya sendiri dengan erat, dingin dan kesunyian
meliputi dirinya.
Tak sanggup berjalan semakin jauh,
Sifa duduk di halte yang tak ada seorangpun, atapnya juga sudah tak ada. Kenapa
tak ada siapapun di sampingnya saat dia butuh? Kenapa cobaan datang dengan
sangat bertubi-tubi bahkan sudah membombardir batinnya dan berefek sangat besar
ke fisiknya?
Sifa menangis dalam diam,
dipuaskannya hati itu untuk mengungkapkan semuanya melalui airmata yang
bertumpahan mengiringi derasnya hujan yang mengguyur habis tubuh Sifa. Dia yang
hanya mengenakan tanktop dilapis jacket dan celana di atas lutut, telah
menggigil maksimal, wajahnya semakin pucat, dia tidak kepikiran untuk berganti
pakaian terlebih dulu sebelum berangkat.
“Gue jadi gak tega lihatnya” ujar
seseorang dari kejauhan yang memantau Sifa tanpa menoleh sedikitpun. Teman yang
di sebelahnya hanya terdiam tetapi pandangannya tertuju pada objek yang sama.
Sifa!
“Udahlah, cepetan jalan” perintahnya.
Tangis Sifa semakin deras dan
diredamkannya dengan kedua telapak tangannya.
Andaikan
ada obor
Lebih
baik ku gunakan untuk membakar diri sendiri
Daripada
terus berjalan di bawah gelap
Tanpa
ada yang mengiring satupun
Lebih
baik aku mengiris kuping
Daripada
harus mengiris hati ini
Seperti
berjalan di atas bara api
Berharap
hujan akan melenyapkannya
Seseorang memegang kepalanya lalu
disenderkan ke pundaknya. Sifa mengangkat kepalanya terkejut, takut kalau orang
jahatlah yang dia hadapi. Orang itu tersenyum tulus dan menatapnya sarat-sarat
terlihat tatapan iba. “Benny?” Tanya Sifa lemah. Orang itu mengangguk. Dia
kembali menaruh kepala Sifa ke pundaknya. “Gue bilang juga apa, lo pasti bisa,
Sifa…”
“Ka..mu..tau darimana nama
aku..Sif..fa?” Tanya Sifa ragu. “Rio” jawabnya singkat dan datar. “Rio?” Tanya
Sifa lagi namun dengan intonasi yang meninggi, terlalu berlebihan kagetnya,
rasa sakitnya kembali datang, diremas kasar rambut panjangnya yang basah. Benny
agak panik melihat kondisi Sifa. “Dia nunjukin foto cewek yang dia cari, mirip
banget lo, dan dia cerita panjang-lebar tentang lo. Tapi gue gak bilang kalo
kita pernah ketemu”
Sifa kembali menangis, tangisan dari
hati. Dia benar-benar tidak menyangka, sebenarnya siapa cewek yang dicintai Rio??
Ria, Mey, atau Sifa? Sedangkan dia sendiri juga tidak mengerti siapa yang
sebenarnya tulus dia cintai saat ini. Ridwan..Rio..Arya… ditatapnya wajah
rupawan Benny yang basah terguyur hujan. Sifa bangkit berdiri, namun kembali
terjatuh, kini kepelukan Benny. “Gue anter” ujarnya. “Engga usah, gue bisa
pulang sendiri kok” tolak Sifa halus.
“Lo lagi sama gue, berarti lo
tanggung jawab gue” Benny langsung menggendong Sifa masuk ke dalam mobil CRV
hitamnya. Cewek manis itu mengalah.
♀ ♥ ♂
“Mama udah sadar? Sifa seneng deh
lihatnya” ujarnya dengan senyum yang akhirnya dapat mengembang dengan ikhlas
tanpa paksaan sama sekali, tulus dari hati.
“Sayang, muka kamu kok pucat? Kamu
sakit, sifa?” Tanya mama nya cemas.
“Aku sehat. Mending mama pikirin
kondisi mama dulu. Sifa mau mama cepet sembuh, biar bisa liburan sama-sama”
“Dan..sebenarnya Sifa mau jujur sama
mama tentang kejadian tempo hari” Sifa menceritakan dirinya yang berniat
minggat sampai pindah ke Yogya dan sebagainya yang berhubungan dengan Mey dan
Arya. Mama nya hanya menanggapi setiap ceritanya dengan senyum dan anggukan
kadang tertawa pelan, dia tahu bahwa anak perempuan tersayangnya sedang dilanda
masalah yang teramat sangat sulit.
Tadinya ingin menjenguk, berubah
menjadi menguping pembicaran ibu dan anak. Dia tersentak mendengar semua cerita
Sifa. Dia selalu berkata yang baik-baik bila bersangkut paut dengan Winda dan
Tania. Sifa, lo bener-bener punya hati
yang jernih banget batin orang tersebut.
“Emang bener-bener deh tuh cewek.
Sifa lo paling bisa bikin gue gilaaa!! Pandai banget sih sembunyi nya” Rio
gemas sendiri mencari-cari keberadaan Sifa. Rakka hanya bisa memberi semangat
padanya. Ridwan teringat sesuatu.
“Eh, nanti malam Senin kan?” Tanya
nya girang. Yang lain mengangguk.
“Gue tau dimana dia. Feeling gue
pasti gak akan salah” semburat senyum sok misteriusnya muncul kembali,
memancing Rio dan Rakka untuk menimpuk Ridwan dengan barang apapun yang dapat
mereka raih.
♀ ♥ ♂
bila harus ku berlari
bila harus ku terjatuh
bila nanti ku terluka
ku tak akan meminta
Kata demi kata dituliskan di buku harian Sifa yang sudah
lama tak terpakai dan baru kembali di buka sekarang, saat dia sedang merasakan
kegalauan hati yang duduk seorang diri di atas gedung tua yang sudah tak jelas
lagi bentuknya.
di
sinilah ku berdiri
di sinilah ku bertahan
aku tak akan berpaling
karna ku bisa
Sudah lama Sifa tidak merasakan tiupan angin nakal yang
menyapu seluruh tubuhnya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Dia sangat
menyukai saat-saat ini, apalagi malam ini langit sedang terang-terangnya dan
banyak sekali bintang yang bertaburan disana menemani bulan yang kesepian.
saat bersamamu kasih
ku merasa bahagia
dalam pelukmu
tapi aku merasa
jatuh terlalu dalam, cinta mu
Sifa kembali teringat akan sosok
Rio. Kenapa selalu dia yang teringat sih? Sifa mulai kesal, namun dia tetap
saja terus menulis. Dengan cara ini dia dapat membuat hati nya lebih tenang
dari sebelumnya.
Dengarkan curhatku Dengarkan curhatku
Tentang dirinya Tentang
dirinya
Betapa anehnya Betapa
manisnya
Tingkah lakunya Senyum
bibirnya
“Aduh, kenapa aku jadi nulis yang
berbau cinta-cintaan sih? Sifa Sifaa…” diketuk-ketuk gemas kepalanya
menggunakan pulpen yang dipegangnya. Pandangannya menjadi gelap seketika, ada
yang menutup matanya. “Aduh, ini siapa sih? Jangan iseng deh” ujarnya agak
sedikit ketus. Perlahan tangannya mengendur. “Gue Benny” lalu dia duduk
disamping Sifa.
“Sekarang lo gak sendiri lagi”
ujarnya manis. Sifa terkesima, baru kali ini dia melihat Benny tersenyum.
Mereka saling pandang dan melempar senyum. Kini pulpen pindah ke tangan Benny,
dia mulai mencoret-coret telapak tangannya, Sifa penasaran apa yang kira-kira
ditulisnya itu. Dia menunjukan hasil tulisan tangannya.
Cinta itu bagaikan angin,
terasa namun tak terlihat….
Sifa bersandar di pundak Benny
seperti malam itu dan gantian dia yang menulis di telapak tangannya.
Berbagi ketenangan namun
tak bisa disimpan
“Dikira uang kali pake
disimpan-simpan segala” Sifa cemberut lalu segera menggelitik Benny, mereka
hanyut dalam kehangatan setiap tawa yang tercipta sampai…
“Sifa” panggil seseorang dari arah
lain tak jauh dari mereka berada. Membuat Sifa sedikit kaget dan menoleh
perlahan, karena yang mengetahui tempat favoritnya disini hanya Ridwan seorang.
Benar saja, dia lah yang memanggil. Semua yang melihat kondisi Sifa sangat
terkejut. Wajahnya putih pucat, bibirnya sangat terlihat jelas betapa putih
pudarnya, keliling matanya juga hitam pudar. Sudut bibirnya terlihat memar. Di
dahi nya ada perban, apa yang terjadi pada Sifa? Namun walau dalam kondisi apa
pun, dia tetap memamerkan senyum nya pada semua yang melihatnya.
Tapi ketika
dilihatnya Sifa sedang asik bercanda dengan sesosok orang asing bagi mereka,
namun tidak untuk Rio, membuat mereka terdiam. Rio segera menarik paksa tangan
Sifa “Aduh sakit” ringis Sifa. “Sakitan mana sama aku yang kaya orang kesetanan
nyariin kamu? Sakitan mana sama aku yang ditipu sama temen sendiri?” Tanya nya
sinis sambil melirik sengit Benny. Cowok itu bangkit berdiri, mencoba memegang pundak
Rio namun langsung ditepis kasar. Tanpa basa-basi, dia langsung menghajar Benny
sampai tersungkur di tanah. Sifa segera menghentikannya dan membantu Benny
bangkit kembali.
“Rio kamu apa-apaan
sih? Benny gak salah apa-apa” bela Sifa dengan emosi yang masih bisa diatur.
“Oh gitu, kamu bela
dia? Kamu lebih milih dia? Oke, fine” ujarnya.
“Maksud kamu apa?”
Tanya Sifa bingung.
“Sekarang gue ngerti.
Lo cuma mainin perasaan gue”
“Hah? Apa kamu
bilang? Aku mainin perasaan kamu? Hey sadar dong, selama ini siapa yang
tersakiti? Aku.. aku.. bukan kamu, Rio” ujar Sifa dengan airmata yang mulai
membendung. Semuanya terdiam, sadar kalau ini bukan urusan mereka. “Apa selama
ini kamu sadar kalo aku sayang sama kamu? Apa kamu tau alasan aku jauhin kamu?
APA KAMU TAU SEMUANYA?? Gak kan? Gak….” Rio hanya terdiam, mendengar dengan
seksama setiap penuturan cewek yang sangat disayangnya.
“Aku cemburu kamu
deket sama cewek lain. Ria!! Sepupu yang suka sama kamu, ya…adiknya kak Rakka”
ujarnya semakin membara. “Apa saat itu kamu ngertiin perasaan aku? Engga kan,
Rio? JAWAB PERTANYAAN AKU?” kini gantian Benny yang memapah Sifa yang hampir
terjatuh karena melemas. Rio tersentak mendengarnya, yang lainnya pun tak kalah
kaget.
“Cukup Rio cukup… aku
cuma gak mau perasaan aku dimainin lagi seperti Ridwan mainin perasaan aku. Aku
gak mau itu terjadi kedua kali nya. Aku gak mau...” Benny mempererat
rangkulannya. Ridwan langsung menegang, sepertinya takkan ada lagi harapan
untuknya. “Sifa, sorry untuk semuanya. Aku ngerasa bersalah” pinta Ridwan tulus
sembari mendekati Sifa.
Cewek itu malah
memeluk Benny meminta pertolongan dari cowok yang berbadan proporsional ini.
Tak perduli apapun dan siapapun, kini dia hanya merasa nyaman bila dekat Benny,
dia takut ada ancaman lain datang menyerangnya. “Sifa, ini gue Arya..” Arya
mencoba mendekatinya namun Sifa makin mempererat pelukannya. Dia menggeleng
kuat, dia berubah total.
“Benny, bawa gue
pergi kemanapun lo mau. Please… Benny please…” pinta Sifa dengan sangat melas.
Membuat setiap orang yang melihatnya terasa iba. Mey mencoba mendekati Sifa dan
mengelus rambutnya namun Sifa menepisnya dengan sangat kasar dan
berteriak-teriak “Lo juga sama nya. Lo suka juga kan sama Rio? Lo semua
jahat!!! Tega nyakitin gue” Sifa mendorong kasar Mey dan beberapa detik setelah
itu dia jatuh pingsan.
♀ ♥ ♂
“Dia tekanan batin” lirih Benny.
Suasana hening membalut di antara mereka. “Seharusnya ada yang setia jadi temen
curhatnya, tapi ‘mereka’ malah nyakitin hati Sifa” tutur Benny dengan penekanan
di setiap katanya. “’mereka’ siapa maksud kamu?” Tanya Mey. “Sahabatnya lah,
siapa lagi” jawabnya sengit sambil menatap tajam Rio yang diam saja sejak tadi.
Yang lain sibuk dengan pikirannya
masing-masing, Arya masuk ke kamar dimana Sifa sedang terbaring lemah. “Entah
sejak kapan, perasaan ini muncul gitu aja, tanpa bisa gue cegah. Ini pertama
kalinya gue bisa ngerasain sayang untuk orang lain, karena selama ini hati gue
cuma buat Mey adik gue. Tadinya gue fikir ini perasaan kakak ke adik doang,
tapi semakin gue diemin perasaan ini semakin menjadi, pas gue ketemu lo lagi,
ada sesuatu yang beda gitu di hati gue, atau mungkin…”
“Gue cinta sama lo, sifa” dikecupnya
lembut punggung tangan Sifa. Rio yang mendengar jelas semuanya dan melihat
keseriusan Arya, menunda melihat keadaan Sifa.
Mey mengikuti langkah kaki yang
membawa Rio kemanapun dia pergi. Ridwan masih duduk di tempat semula. Hati nya
kacau, tidak menyangka kalau banyak sekali saingannya untuk mendapatkan Sifa.
Padahal dulu mudah saja untuk dia memiliki Sifa, tapi kini?
♀ ♥ ♂
“Win, mau sampai kapan sih lo
begini? Lo gak kasihan apa sama Sifa?” Tanya Tania mulai gemas dengan
sahabatnya yang satu ini.
“Hah? Kasihan? Males banget. Dia tuh
pengkhianat, tan” jawab Winda menggebu-gebu. Dia mengalihkan dirinya ke novel
yang baru mulai dibacanya. Tania duduk di depannya dan menarik paksa novel
tersebut.
“Iya, pengkhianat yang rela
ngorbanin dirinya ditusuk benda tajam sama rampok yang nyaris ngerampok lo
tempo hari. Pengkhianat yang relain nyawa nya demi nyelamatin lo dari tabrakan
malam itu. Apa itu yang namanya pengkhianat?” cerocos Tania panjang lebar. Dia
merasa sangat bersalah karena hanya memandang sisi negatif nya saja tanpa
meninjau sisi baiknya Sifa.
“Jadi orang yang nolong gue dan
langsung dibawa ke rumah sakit sama warga, tanpa gue sempat liat siapa
orangnya. Ternyata Sifa?” Tanya Winda melemah. Tania mengangguk. Tania juga
menyerahkan beberapa surat dari Ardi untuk Winda, beserta hadiah seperti bunga,
boneka, dan lainnya.
“Itu semua karena Sifa. Dia gak mau
ngecewain kita. Orang yang dia sayang” Winda mulai menangis. Tidak terbayang
bagaimana jahatnya dia telah menganggap sahabatnya sendiri sebagai pengkhianat
yang telah merebut kekasihnya.
“Dia itu seperti Jerry yang pandai
bersembunyi dari kejaran Tom. Menyelesaikan masalah tanpa jejak dan tidak
diketahui tempat dan waktunya” ujar Tania yang tersenyum kecut di sela
tangisnya. Winda menarik Tania keluar rumah, harus segera mendatangi Sifa.
♀ ♥ ♂
Winda dan Tania langsung menyerobot
masuk ke kamar tempat dimana Sifa beristirahat. Arya terbangun menyadari ada
tamu yang datang.
“Sssttt, kalau mau jenguk jangan
berisik. Dia butuh istirahat total, jangan sampai tidurnya ke ganggu” Arya
mengingatkan.
Sifa,
segini beratkah cobaan yang lo jalanin? Sampai fisik lo kena dampaknya juga? Maafin
gue yang gak bisa ngerti lo, sif. Batin Winda lalu keluar karena tangisnya
sudah nyaris pecah. Tania mengekor di belakang.
♀ ♥ ♂
“Kak Arya…”panggil Sifa sambil
mengusap tangan Arya yang menggenggam tangannya. Dia sadar suaranya tak kan
terdengar.
“Hmm… ya. Eh, Sifa udah bangun?
Gimana? Udah baikan?” Sifa tersenyum dan mengangguk.
“Gue ngabarin yang lain dulu, ya”
Arya segera keluar kamar dan mengabarkan semuanya bahwa Sifa sudah siuman. Gue ngerasa ada yang beda setiap kali deket
kak Arya batin Sifa sambil menatap punggung Arya yang menghilang di balik
pintu.
Ridwan langsung menyerobot lebih
dulu dari yang lain.
“Sayang kamu udah baikan? Sarapan
udah dateng, aku suapin ya? kamu harus cepet sembuh, biar kita bisa jalan
bareng lagi” Rio menoyor kepala Ridwan, dia mengaduh.
“Lo kira-kira dong kalo nanya. Dia
kan baru sadar, masih agak pusing pasti palanya. Iya, kan?” Sifa mengangguk. Dia selalu bisa ngertiin aku, sebagai
sahabat..
Mey menghampiri Sifa, dia menatap
Rio dan Mey bergantian, mereka cocok. Sifa tersenyum bahagia melihat semuanya
bisa bersatu. “Benny mana?” Tanya Sifa saat teringat sosok Benny yang tak ada
di antara kebahagiaan mereka, tak ada yang menjawab. Hanya Rakka yang
memberikan seutas surat, langsung dibacanya surat tersebut.
Hay, Sifa… udah sadar,
ya? Gue turut seneng, ya walau gue gak ngeliat lo langsung. Sorry gue pergi gak
pamit lo dulu. Gue rela kok kalo lo marah sama gue, karna gue yang salah. Gue
bilang juga apa, gue yakin lo bisa nyelesain semuanya. Lo cewe hebat yang pernah
gue temuin, gak usah sedih lagi ya. Lo senyum deh, dibalik senyum lo itu
terukir banyak senyuman lainnya, termasuk senyuman gue. Jaga diri lo baik-baik,
Sifa. Bye…
Benny
Sifa terharu membacanya. Kini dia
sudah temukan sebagian hati nya yang hilang, Benny. Dia sosok misterius yang
bisa bikin dirinya yakin akan setiap langkah yang terlewati. Tanpa
sepengetahuan siapa pun Dodo dan Gendis datang menjenguknya. Sifa teriak
memanggil nama mereka dengan sangat girang. “Kalian tau darimana gue ada
disini?” Tanya nya penasaran. “Kepoo…..” jawab mereka kompakan. Sifa manyun.
Tak lama kemudian mama nya datang dari balik pintu, membuat Sifa sangat
terkejut.
“Mama?”
“Sayang, kamu gak pa-pa Sifa?” Tanya
mamanya khawatir. Sifa menggeleng sambil tersenyum. Lalu mereka berpelukan.
“Aku minta maaf, aku sayang mama…..”
ujar Sifa tepat di telinga nya.
♀ ♥ ♂
Setelah semua masalah dapat
terselesaikan. Winda dan Tania sudah memaafkannya, dan Winda balikan dengan
Ardi. Sekarang mereka semua sedang berlibur di Lombok, hari ini pantai
senggigih tujuannya.
Sifa, Arya, Rio, Ridwan, dan Rakka,
ohiya tak lupa Dodo dan Gendis ikut serta dalam liburan semesteran tahun ini.
“Sifa, semuanya udah berpasangan ya?
Lo gak ada niatan gitu buat nyari pacar?” Tanya Arya dengan sedikit berharap.
“Ada sih, tapi males ah takut di
sakitin lagi” jawab Sifa.
“Kalo cowoknya gue, gak akan
disakitin lagi kok. Sungguh” ujar Arya dengan wajah sok-sok an baby face. Sifa
mengangkat alisnya tinggi bermaksud bertanya arti dari kalimat tadi. Arya
bersimpuh di depannya.
“Lo mau gak jadi kekasih hati gue?
Untuk sekarang dan sampai nanti takdir yang memisahkan kita” di keluarkannya
sebuah kotak yang berisi cincin. Sifa berseri-seri, sangat terharu, romantis…
“Aku mau…”
“Beneran mau?” Tanya Arya senang.
“Mau cincin ini maksudnya, hahaha”
Sifa berlari menghindari Arya yang berusaha menangkapnya. Sifa nyaris terjatuh
karena kesandung batu, untung Arya menangkapnya.
“Kualat, kan? Nakal sih, haha…
sekarang kamu jadi pacar aku, ya” Sifa memperhatikan jemarinya yang dulu kosong
kini telah terisi dengan cincin pemberian Arya, hati nya pun demikian. Ridwan
dan Rio adalah masa lalu nya, kini cukup menjadi sahabat saja.
Dari kejauhan Rio memperhatikan Sifa
dan Arya berbahagia. Padahal gue sayang
lo lebih dari sahabat, sifa. Dan gue seneng lo make kalung pemberian gue.
bintang kecil dan besar walau lo gak tau itu dari gue Batin Rio. Mey
mendekap tangan Rio untuk mengajaknya berkeliling pantai.
Winda asik bersepeda dengan Ardi.
Tania bermain pistol air dengan Rakka, mereka sudah resmi jadian, entah gimana
caranya perasaan mereka bisa timbul begitu singkat dan cepatnya. Ridwan dengan
Ria menikmati es kelapa sambil duduk di batang pohon yang menjulang mendekati
pantai, mereka masih merasa hancur karena pujaan hati sudah di ambil orang
lain.
Pada akhirnya, semua berakhir
bahagia.
♀ ♥ ♂