Part 7
Setiba di sebuah
kafe, mereka duduk di sudut ruangan. Sifa tetap tidak ingin bicara. Baru saja
Rio ingin menyuruh Sifa bicara, ada seseorang memanggil namanya. Rio menoleh
dan terbelalak saat mengetahui siapa orang itu, Sifa pun tak kalah kaget
apalagi saat mengetahui sosok cowok di sebelah cewek itu.
“Kalian?” tanya Sifa
dan Rio tidak percaya.
♀ ♥ ♂
Kedua orang itu hanya
tersenyum sinis. Sifa bergegas pergi dari kafe itu namun di tahan dengan
seorang cowo dari masa lalu nya.
“Lepasin tangan dia” perintah
Rio pada cowo tersebut. Tetapi diabaikannya perintah tersebut.
“Rioo… tolong gue.
Iih.. Ridwan lepasin dong, sakit tau” rintih Sifa, dia mulai panik saat di
tarik paksa Ridwan. Saat Rio ingin membantu, cewek yang memanggilnya ternyata
Rianna teman kost Sifa sekaligus orang special di masa lalu nya. Rio terpaksa
mengikuti kemauan Ria dan Sifa tetap di tarik paksa dengan genggaman tangan
yang semakin kencang.
“Rio, aku senang
banget pas tau kamu ada disini. Gak nyangka ya kita bakal ketemu lagi” ujar Ria
dengan gaya centilnya. Rio hanya bergidik. Aneh, dulu di mata Rio sosok cewek
seperti Ria bagaikan bidadari yang tersesat di bumi namun sekarang di mata nya
sosok cewek seperti Ria amat sangat menjijikkan.
Di sisi lain.
“Aduh..” ringis Sifa
saat tangannya di lepas dan di dorong ke sofa yang berada jauh dari tempat Rio
dan Ria berada. Sifa mengelus pergelangan tangannya yang memerah. Perih
rasanya. Ridwan duduk di sebelah Sifa dan mengangkat dagu Sifa agar dapat
melihat wajahnya, namun Sifa memalingkan wajah, hatinya terlalu sakit walau
sekedar melihat wajah rupawan mantan pacarnya.
“Aku gak bermaksud
nyakitin kamu, Sifa. Maafin aku, please” ujar Ridwan lembut. Tak ada jawaban.
Ridwan mencoba untuk sabar menghadapi mantan pacarnya. Sifa terus menunduk tanpa
sedikit pun melirik Ridwan yang berada di sampingnya. Ridwan berusaha agar Sifa
mau memandangnya tetapi tidak berhasil.
“Sifa, mau kamu itu
apa sih? Aku udah minta maaf tapi kamu gak mau sedikitpun lihat aku” kesabaran
Ridwan akhirnya telah habis, dia berkata dengan nada yang tidak bersahabat.
Sifa kaget mendengar ucapan Ridwan dia langsung menengok dengan cepat.
“Lo kira maafin
kesalahan lo tuh gampang apa?! ENGGA!! Lo udah lukain hati gue. Lo tuh PHP!!!”
balas Sifa tidak kalah kasar. PLAKK!!! Astaga, apa yang telah dilakukan Ridwan.
Dengan lancarnya dan tanpa sadar tangan kanan Ridwan dengan mulusnya mendarat di
pipi kiri Sifa. Sifa langsung memegang pipinya yang mulai memerah dan perih,
dia langsung bangkit berdiri.
“Oh, jadi gini cara
lo minta maaf? Manis banget, ya. Tapi jangan harap gue bakal maafin lo” Sifa
segera pergi. Rio yang melihat kejadian itu langsung berlari menuju Ridwan dan
mengabaikan celotehan Ria. Setiba di hadapan Ridwan, dia segera meninju pipi
Ridwan bertubi-tubi. Dia paling tidak terima melihat orang yang dia sayang
disakiti seperti itu.
“Sekali lagi lo
lukain Sifa. Gue engga segen-segen bunuh lo!! Camkan itu!” peringatan tegas
keluar dari mulut Rio dengan lancarnya lalu dia segera menyusul Sifa. Dia terus
berlari mencari Sifa. Namun, tidak ditemuinya. Dia pun pasrah dan kembali
pulang ke rumah tantenya.
♀ ♥ ♂
Sifa terus menangis
di bawah pohon yang rindang. Mengingat masa lalu nya saat bersama dengan
Ridwan, kebanyakan pahitnya daripada manisnya tetapi rasa sayangnya sangat
besar bahkan sampai detik ini walaupun Sifa suka dengan Rio separuh hatinya
masih mengharapkan kehadiran Ridwan di hatinya.
Semenjak kejadian
itu, tekad Sifa semakin besar untuk berubah dan juga untuk menjauh dari Rio
dengan bantuan kedua sahabat barunya, Dodo dan Gendis yang akan di jadikan
tameng paling ampuh. Beberapa bulan semenjak tragedi di kafe itu, Sifa sengaja memadatkan
waktunya. Dia mengikuti dua ekskul, kalau ada lomba dari sekolah ataupun luar
sekolah dia akan mengikutinya, dan juga dia bekerja di salah satu restaurant
untuk menambah uang jajan tanpa sepengetahuan keluarga dan orang-orang di
sekolahnya.
“Fa, apa kamu gak
capek begini terus?” Tanya Gendis dengan wajah prihatin.
“Maksudnya?” Tanya
Sifa balik setelah meneguk setengah botol air minumnya. Dodo yang duduk di
lantai menghadap Sifa dan Gendis hanya menjadi pendengar yang baik, kadang dia
mengangguk atau menggeleng ketika ditanya, atau sesekali membenarkan posisi
kacamatanya.
“Ya, terus-terusan
menghindar dari masa lalu mu. Sampai ngebelain nyibukin diri. Ikut ekskul lah,
lomba ini itu lah, bahkan sampai kerja di restaurant dan ngajar private anak sd”
jawab Gendis dengan aksen Jawa nya. Dodo hanya mengangguk-angguk kepala
mendengar penuturan Gendis, bertanda kalau dia setuju dengan ucapannya itu.
“Bukan menghindar
tapi memperbaiki” sahut Sifa kemudian pergi meninggalkan Gendis dan Dodo.
Mereka hanya geleng-geleng melihat tingkah sahabat barunya.
Sorenya Sifa bekerja
di restaurant. Setelah berganti seragam sekolah menjadi seragam kerja, dia
dipanggil BOS nya dan segera menghadap.
“Ada apa ya, bos?”
Tanya Sifa dengan sopan.
“Malam Minggu besok
ada acara, restaurant ini sepenuhnya sudah di sewa. Jadi, tolong kamu hias
tempat ini seindah mungkin. Ohiya, acaranya birthday party anak remaja
sepantaran kamu, ya” perintah bosnya dan Sifa hanya mengiyakan lalu permisi
undur diri untuk melakukan pekerjaan.
“Sifaa…” salah satu
teman kerjanya meneriaki nama Sifa. Sifa menoleh dengan kening mengkerut, saat
melihat wajah kesal temannya itu.
“Kenapa sih?”
“Tuh ada pelanggan
mau nya di layanin sama kamu” jawab temannya dengan kesal.
“Hah? Dia kenal gue?
Kok bisa?” Tanya Sifa kaget.
“Ndak tahu. Tadi aku
sampai adu mulut sama dia. Mesen makanan doang ribet banget” Sifa hanya tertawa
geli mendengar jawaban temannya itu, lalu dia pergi menuju orang yang di maksud
temannya.
“Permisi, ada yang
bisa saya bantu?” ujar Sifa dengan ramah sambil tersenyum manis. Saat orang itu
menoleh sambil membalas senyuman, Sifa langsung berdiri kaku, senyumnya pudar
dalam sekejap. Saat menyadari perubahan sikapnya, Sifa langsung
mengembalikannya seperti semula. Dia memang orang yang sangat dekat dengannya
di masa lalu, tapi disini dia sama dengan yang lain, sama-sama pelanggan yang
harus dilayani dengan ramah dan penuh dengan senyuman.
“Bisa kamu duduk
disini?” ujarnya sambil menepuk-nepuk sofa kosong di sebelahnya.
“Maaf, masih banyak
pekerjaan yang harus saya kerjakan. Bila tidak ada yang bisa saya bantu, saya
permisi” jawab Sifa dengan ramah dan senyum yang dipaksa. Orang itu langsung
bangkit dari duduknya.
“Sifa, aku minta
maaf” ujarnya.
“Ridwan, denger ya.
Kalau mau ngomong itu gak usah pake ganggu waktu kerja aku deh” setelah bicara
seperti itu, Sifa langsung berlalu meninggalkan Ridwan.
♀ ♥ ♂
“Rio… dengerin aku
dong. Kamu gak kangen apa sama aku?” Ria dan Rio sedang berada di salah satu
taman, sebelum tiba di taman mereka sempat bertengkar karena Rio tidak ingin
keluar rumah tapi Ria memaksanya dan didukung tantenya Rio dan mau tidak mau
Rio ikut Ria pergi ke taman. Rio tidak sedikitpun mendengarkan celotehan
panjang lebar nya Ria, yang ada di fikirannya hanya Sifa seorang, sampai detik
ini dia belum tahu alasan apa yang menyebabkan Sifa menjauhinya.
“Rio, kamu sayang gak
sih sama aku? Hey, Rio” Ria menarik-narik lengan Rio dengan gemas. Rio melepas
paksa tangan Ria.
“Dulu gue sayang sama
lo, tapi sekarang engga” jawab Rio.
“Kenapa? Apa karena
pertengkaran kamu dan kak Raka?” pertanyaan itu langsung membuat Rio terdiam
dengan gigi yang bergemeretak, serta kedua tangan yang terkepal kuat.
“Jangan sebut nama
dia di depan gue” ujar Rio geram. Ria langsung berdiri di hadapan Rio dengan
wajah kesal.
“Kenapa sih sampai
detik ini juga kalian belum bisa saling memaafkan?” Tanya Ria dengan nada yang
tinggi. Rio menengadah kepalanya untuk melihat wajah Ria yang berada di
depannya.
“Karena sampai detik
ini kakak lo belum bawa Mey ke hadapan gue!!” jawab Rio. Ria berbalik badan,
memunggungi Rio.
“Kapan sih kamu bisa
ngelupain dan engga sebut nama dia? Kamu sadar gak sih selama ini ada sosok
cewek yang dengan sabar nunggu kamu untuk balas rasa sayangnya?” Tanya Ria
dengan suara pelan. Rio berdiri dengan posisi masih berada di belakang Ria.
“Bahkan sekarang,
cewek yang belum lama kenal sama kamu malah dengan gampangnya bisa nguasain
hati dan pikiran kamu tanpa perlu nunggu. Andai kamu ada di posisi aku. Hati ku
udah hancur bagai serpihan kaca” Ria berbalik dan menatap tajam mata Rio
setelah itu pergi menjauh meninggalkan Rio.
Rio terdiam, apa dia
tidak salah dengar. Jadi, selama ini Ria benar-benar memberi harapan yang penuh
ke dirinya? Bukan hanya sekedar gurauan, tapi memang benar suatu harapan yang
besar dan dirinya hanya memberi sebuah harapan kosong yang diiringi dengan
penantian tak berujung. Semasa kecil, selalu main bersama, dan Rio selalu
menjahili Ria kalau sudah menangis langsung di belikannya balon yang banyak lalu
main kejar-kejaran di taman, Ria yang manja ternyata benar tulus menyayanginya
lebih dari sekedar sahabat. Kini Rio merasa sangat bersalah, dia menyesal
karena selama ini tidak pernah memikirkan perasaan cewek itu.
Dulu di hati dan
pikirannya hanya terukir nama Mey, menurutnya dulu Mey adalah sosok sahabat
yang sangat spesial. Mey bisa mengerti perasaannya, dia selalu tau tempat
persembunyiannya di saat sedang marah dengan orangtuanya. Mey selalu tau
bagaimana cara membuat Rio kembali ceria. Mey selalu tau apa yang di mau dan
tidak di mau Rio. Bagi Rio, Mey adalah nyawa keduanya, kalau Mey tak ada Rio
pun demikian. Tapi semua sirna saat Mey mulai dekat dengan Raka, kakak Ria
sekaligus sahabat Rio semasa kecil pula.
Mereka adalah Empat
Sekawan semasa kecilnya sewaktu masih tinggal di Bandung, Raka yang paling tua
di antara mereka berempat. Rio hanya menganggap Mey sebagai sahabat bahkan
sudah di anggap saudara dekat, sedangkan Ria memang hanya sebatas sepupu, tidak
lebih. Namun Raka menyayangi Mey lebih dari sekedar sahabat, Ria pun juga
begitu menyukai Rio lebih dari sahabat. Rio dan Mey berpikiran sama, menurut
mereka seumur mereka belum pas untuk saling menyukai lebih dari sahabat, itu
sudah ada waktunya di kala mereka remaja nanti.
Raka bersikukuh ingin
memiliki Mey. Saat Raka ingin bermain, dia mengajak Mey ke tempat spesial.
Setiba di bukit tempat tujuan, hujan turun dengan derasnya. Mey sangat menyukai
hujan karena sesudah hujan nanti pasti pelangi akan muncul, Raka pun demikian
dan sejak saat itu mereka menamai bukit tersebut ‘Bukit Pelangi sesudah Hujan’
karena di tempat itu sesudah hujan pelangi dapat terlihat dengan jelasnya.
Semakin hari mereka semakin dekat dan sering bermain kesana, sedikit demi
sedikit Raka telah berhasil menjauhkan Mey dengan Rio.
Sampai suatu hari, di
hari ulangtahunnya Raka merayakan ulangtahunnya di bukit tersebut hanya bersama
Mey. Dia bertekad ingin mengungkapkan perasaannya selama ini. Tepat di saat
ingin bicara, hujan turun. Mereka saling berhadapan dengan badan yang basah
kuyup, Mey tampak bahagia karena di siram air dari langit dengan derasnya.
“Kamu mau ngomong apa?” Tanya Mey dengan mata tertutup
dan tangan yang menengadah ke atas, merasakan tetes demi tetes butiran air yang
turun membuatnya tersenyum geli. Raka terlihat gugup.
“Aku..aku..”
“Ya, kamu kenapa?” Tanya Mey mulai gemas dengan perubahan
sikap Raka yang mendadak.
“Aku suka sama kamu” ujar Raka akhirnya dengan susah
payah, dia berujar dengan mata dipaksakan menatap wajah Mey, untuk mengetahui
bagaimana reaksinya kemudian. Mey sangat terkejut, dia sama sekali tidak pernah
membayangkan hal ini akan terjadi dengan cepatnya dan lebih terkejutnya orang
pertama yang mengucapkan kalimat itu bukan orang yang dia suka. Mey menundukkan
kepalanya dan menggeleng kuat sambil tersenyum pahit.
“Maaf” ujarnya lirih. Raka tetap memperhatikan Mey. Mey
menegakkan kembali kepalanya.
“Selama ini, aku cuma nganggap kamu sebagai sahabat
sekaligus kakak aku, engga lebih” ujar Mey kemudian berlari meninggalkan Raka
yang berdiri kaku, tak perduli kini jalan sedang licin, Mey tetap berlari
menuju rumah Rio. Setiba di depan rumahnya, Mey hanya tertunduk, tak tahu harus
berbuat apa. Dia hanya berdiri kaku. Rio membuka jendela kamarnya dan melihat
Mey berada di pekarangan rumahnya dengan badan yang basah kuyup, Rio segera
mengambil payung untuk melindungi Mey.
“Kan sudah dibilang, jangan main hujan-hujanan. Nanti
kalau kamu dimarahi kak Arya gimana?” omel Rio setiba di hadapan Mey. Mey tetap
diam dan hanya menatap Rio lekat-lekat.
“Kamu kenapa sih? Aneh banget deh” merasa tak ditanggapi
omelannya, Rio kembali bicara dengan kening mengkerut. Mey menggeleng lemah
sambil tersenyum pahit kemudian berlari begitu saja meninggalkan Rio yang
keheranan.
Mey terus berlari tanpa tujuan yang pasti. Dia tidak
menyangka hal ini benar terjadi dengan cepatnya. Karena lelah berlari, Mey
berhenti di bawah sebuah pohon besar dan ternyata di pohon itu terukir nama
‘Yanna dan Iyo’, yang dibuat olehnya dan Rio beberapa tahun yang lalu. Di
elusnya ukiran tersebut dengan airmata yang terus mengalir dengan derasnya sama
seperti hujan yang kini sedang mengguyur kota Bandung.
“Maafin aku, Rio. Aku sudah ingkar janji. Kini,
perasaanku ke kamu lebih dari sekedar sahabat, maafin aku, Iyo, maaf” ujarnya
lirih sambil terus menatap dan mengelus ukiran pohon tersebut.
“Tadi, kak Raka nembak aku. Tapi engga aku terima, karena
aku maunya kamu yang pertama ngomong gitu ke aku kalau sudah besar
nanti..hiks..hiks..”
“Ta..tapi.. aku sadar kok umurku engga akan lama. Dan
kita ga akan bisa bersatu” Mey menangis sesenggukkan.
♀ ♥ ♂
Mey dan Arya sedang
bersiap-siap untuk berlibur ke Yogya. Segala keperluan sudah di kemas dengan
sangat rapih.
“Kakak, cepetan
kenapa sih”
“Sabar dong, Yanna
sayang” Mey melipat kedua tangannya di depan dada dengan mulut yang di
manyunkan, menunggu kakaknya memasukkan beberapa koper ke dalam mobil.
“Udah yuk berangkat”
ajak Arya sambil tersenyum manis dan menggiring adiknya masuk ke dalam mobil.
“Bi, kami berangkat
ya. Babay…”
Sepanjang perjalanan
suasana di mobil hening. Karena terlalu semangat berkemas, Mey baru tidur pukul
2 pagi dan sekarang dia sedang tertidur pulas.
Waktu yang sama,
tempat berbeda. Sifa sedang merenung sendiri di taman sambil sesekali
mengayunkan ayunan yang di naikinya. Dia tidak tahu harus berbuat apalagi,
sudah beribu alasan dia gunakan untuk menghindari mereka. Dan sekarang dia baru
merasakan betapa lelahnya seperti ini. Kedua sahabatnya juga tak kunjung
memaafkannya. Suara HP bertanda ada panggilan masuk, membuyarkan lamunannya.
“Hallo, Sifa apa
kabar?” Tanya orang di sebrang.
“Hai, emm.. sorry lo
siapa, ya?”
“Aku Ardi, ini nomer
adikku”
“Oh. Ngapain lo
nelfon gue?” Tanya Sifa super jutek.
“Kamu kemana aja? Gak
ngasih kabar sama sekali. Aku khawatir”
“Hah? Khawatir? Eh,
gue tuh bukan siapa-siapa lo. So, mending lo khawatirin pacar lo aja!! Jangan
gue!!” Sifa langsung memutuskan telfonnya. Dia marah-marah sendiri.
Hari mulai gelap,
matahari telah kembali ke peraduannya. Sifa juga segera kembali ke kost-an nya.
Setiba di kost-an,
dia mendapat surat, kado, dsb dari teman-temannya yang katanya mereka tidak
tahu siapa pengirimnya. Sifa sampai kerepotan membawanya di kamar, setibanya di
kamar, langsung dilemparkan begitu saja surat dan kado-kadonya. Dia mulai
membukanya satu per satu.
~ Senyumanmu mengalihkan duniaku, Sifa. Love you…
~ Sifa, kamu perempuan yang sempurna di mataku dari
sekian perempuan yang ku temui.
~ Aku Cinta Kamu, Sifa.
~ Banyak bunga layu, karena kamu…
Daun kering
berjatuhan, karena kamu…
Burung-burung
berhenti berkicau, karena kamu pula…
Mereka semua
cemburu sekaligus kagum akan pesona yang kamu bawa
Your secret admire
Dan surat-surat
lainnya….
“Eh, buset gak salah
nih orang. Ngasih gue cincin?? Ckckc…” Sifa geleng-geleng kepala sendiri
melihat isi kado yang di dapatnya. Padahal hari ini bukan hari ulangtahunnya
atau tanggal-tanggal yang berkesan baginya.
Dia membuka kado yang
bungkusnya paling sederhana dari yang lain. Saat di lihat, sebuah bola Kristal
yang di dalamnya terdapat taburan bintang-bintang berkilau dan sepasang kekasih
sedang berdansa, tidak hanya itu di dalam kado yang berbungkus sederhana itu
juga ada kalung yang berliontin sepasang bintang kecil dan besar. Tanpa sadar
Sifa tersenyum dan langsung saja memakai kalung tersebut.
♀ ♥ ♂
Sifa jalan-jalan
sendiri di gelapnya malam, dia bosan berada di kost-an, lagipula kini dia dikamar
hanya sendiri, Ria sudah tidak disana lagi. Sifa mampir di café tempat biasa
dia bergalau ria malam hari seperti ini.
“SIFAAA…..” teriak
Mey saat melihat Sifa sedang mengaduk-aduk hot cappuccino dan pandangannya yang
kosong. Sifa tersentak kaget.
“Mey” ujarnya pelan,
namun tak kalah girang, mungkin terlalu terkejut sampai-sampai hanya dapat
berdiam diri menanti Mey yang menghampirinya.
“Aku kangen banget
sama kamu, Sifa” ujarnya sambil memelukku erat, Sifa balas memeluknya, pelukan
hangat seorang sahabat yang wajahnya sangat mirip dengan Sifa.
“Hay, Sifa. Gimana
kabar lo?” Tanya Arya.
“Baik, kak.” Jawab
Sifa singkat, mereka duduk dan berbincang-bincang. Sifa dengan sabarnya
mendengarkan cerita panjang lebarnya Mey, tanpa sepengetahuan Sifa, Arya tak
hentinya memandangi wajah rupawan yang ternyata mampu membuat hatinya luluh dan
merana menahan rindu yang maha dahsyat.
“Sifa, besok kita
jalan yuk. Aku kan datang kesini spesial buat kamu. Mau ya? Mau ya? Please….”
Pinta Mey.
“Besok kan gue
sekolah, Mey”
“Yaudah, kalo gitu
pulang sekolah. Bisa, kan? Bisa lah ya”
“Iya deh. Daripada
gue habis di amuk sama lo, Mey.” Jawab Sifa pasrah dan sedikit meledek Mey. Arya
menyetujui ucapan Sifa.
“Iiihh, Sifa rese
banget sih. Aku kan anak baik”
“Iya, lo baik kok,
Mey. Tapi kalo otaknya lagi korslet aja” sahut Arya, sehingga membuat Sifa
tertawa geli.
♀ ♥ ♂
Seperti biasa Sifa
berangkat sekolah bersama Dodo, naik sepeda kesayangan Dodo. Mereka selalu
mengambil jalur yang berbeda setiap harinya, agar tidak bosan. Hari ini mereka
memilih jalan yang ada turunan nya, ini yang paling di suka Sifa, karena
sensasi turunan saat bersepeda itu sangat WAW, Sifa jadi punya alasan untuk
berteriak kegirangan.
Setiba di sekolah.
Di depan kelas sudah
ada Raka dan Rio yang setia menunggu kedatangan Sifa, perempuan yang telah
membuat mereka gila. Sifa mulai panik, namun semampu mungkin dia mencoba
menutupinya. Dia berjalan dengan santainya, seolah-olah tak ada mereka disana.
Saat dia ingin masuk kelas melewati mereka berdua, kedua tangannya ditahan.
“Apa-apaan sih? Gue
mau masuk kelas kali” Sifa mencoba masuk lagi namun tetap di tahan.
“Pulang sekolah
bareng kami” perintah Raka singkat. Rio hanya menatap Sifa sok sangar namun
kelihatan banget kalau dia tidak sanggup memendam perasaan rindunya pada Sifa.
“Bareng kalian? Idih,
ngapain amat. Lagi gue juga udah ada janji sama temen”
“Siapa?” selidik Rio.
“Kepoo” semakin Sifa
berusaha masuk kelas, semakin keukeh mereka berdua nahan Sifa.
“Siapa?” selidik Raka,
mempertegas pertanyaan awal Rio.
“Masa yang lain boleh
masuk kelas, gue engga sih. Apes banget sih jadi gue. Ya Allah kenapa nasibku
begini amat??” ratap Sifa yang membuat Rio hampir saja tertawa melihat ekspresi
wajah Sifa.
“Sekali jawab, lo
boleh masuk”
“Oke oke gue kasih
tau. Janji sama Mey dan kak Arya. PUAS???” mereka berdua tersentak mendengar
nama yang disebut tadi. Sifa dengan perasaan yang tanpa dosa, langsung saja
masuk ke dalam kelas dan tidak menyadari perubahan wajah Raka dan Rio.
♀ ♥ ♂
Sepulang sekolah.
Arya dan Mey sudah menunggu di depan sekolah.
“Cantiikk…” teriak
Sifa memanggil Mey.
“Maniiss…” balas Mey
pada Sifa.
“Para nona, sudah
siap berwisata keliling?” Tanya Arya.
“SIAP, PAKK!!!” jawab
mereka kompak. Arya hanya tersenyum tipis.
Dari kejauhan Raka
dan Rio terus memantau mereka bertiga dan membuntuti kemanapun mereka pergi.
Dari sisi lain pun, Ridwan dan Ria tak mau ketinggalan juga. Ardi yang berada
di Jakarta, tak hentinya mencari informasi tentang Sifa.
Sifa dan Mey serta
Arya pergi ke salah satu butik untuk membeli pakaian. Sifa dan Mey sengaja
membeli pakaian yang sama, untuk mengecoh Arya dan orang lain. Mereka memilih
short dress batik, setelah itu mereka langsung menuju salon untuk mempercantik
2 cewek kembar namun beda orangtua.
Setelah semuanya
selesai, Mey dan Sifa berniat mengecoh Arya.
“Kakak, matanya aku
tutup ya dan gak boleh ngintip” ujar Mey.
“Mau ngapain?” Tanya
Arya berniat menolak perintah adiknya.
“Kita mau ngetes
kakak” jawab Sifa.
“Jadi gini, kita mau
ngetes. Kalau aku sama Sifa lagi menyatu, kira-kira kakak lebih milih siapa,
aku atau Sifa”
“Benar. Karna mata
nya ditutup jadi yang nentuin kakak jalan ke arah mana itu hati dan pikiran
kakak yang lagi mikirin siapa” sambung Sifa.
“Pasrah deh gue.
Suka-suka kalian” Sifa dan Mey mulai menutup mata Arya dan memutarnya. Arya
jalan dengan pelan sambil meraba-raba. Mey melotot maksimal melihat kakaknya
jalan menuju Sifa, bukan dia yang notabane adik kandungnya, jahat sekali. Sifa
juga tertegun saat Arya sudah ada di depan nya dan meraba wajahnya lalu
merangkulnya.
“Ini pasti little
princess gue” saat Arya buka matanya dia terkejut melihat Sifa lah yang dia
rangkul sedangkan adiknya menatap tajam ke arahnya.
“Ih, kalian bikin aku
envy!! Nyebelin!! Kakak lebih milih Sifa. Kakak suka sama dia ya?” todong Mey,
membuat Sifa dan Arya gelagapan.
Rio yang masih
memantau sangat geram melihat pemandangan tidak menyenangkan di hadapannya. Rio
menggigit ujung lengan kemeja Raka.
“Eh kira-kira dong lo
kalo kesel, gak usah pake gigit lengan kemeja gue!” omel Raka.
“Yaa sorry” sahut Rio
pelan.
♀ ♥ ♂
Mereka bertiga asik
berkeliling, Mey yang sibuk memotret sana-sini, berjalan lebih dulu dari Sifa
dan Arya. Senyum ceria sepanjang hari ini tak pernah sirna menghiasi wajah
rupawan Mey. Arya membeli sebuket bunga mawar merah dan memberikannya ke Sifa,
dia menerimanya sambil tersenyum manis. Rio yang melihat dari kejauhan semakin
geram. Raka menatapnya iba, cowok yang kelihatannya super cuek ternyata bisa
heboh sendiri hanya karena satu cewek.
“Lo bisa tenang gak
sih?” Tanya Raka, agak risih dengan tingkah Rio saat ini.
“Engga! Selama sih
Arya masih di samping Sifa”
“Jadi cinta lo
sepenuhnya udah berpaling ke Sifa nih? Engga ada rival lagi berati gue, ya”
ujar Raka bangga.
“Iya. Apakata lo
aja!”
“Aaaa…. Sifa jangan
mau deket-deket dia!! Anjrit.. panas hati gue panas” Rio mukul tembok, heboh
sendiri lah pokoknya sampai-sampai para wisatawan yang berlalu-lalang keheranan
melihatnya.
Arya memandang wajah
Sifa lebih dekat dan memberanikan diri tuk merangkulnya. Sifa memandang Arya
terkejut, namun dia hanya tersenyum simpul.
“Ciee…. Kakak aku
suka sama Sifa. Haha” Mey berhasil mengabadikan gambar mereka berdua yang
sedang berjalan dengan Arya yang merangkul Sifa dengan mesra nya. Mey sengaja
menjauh dari mereka berdua, memberi ruang agar bisa lebih dekat. Kesempatan
emas untuk Raka menghampiri Mey. Sedangkan di sisi lain nya lagi, Ridwan
terlihat menahan api amarah di hatinya yang sudah meletup-letup, begitu pula
Ria yang melihat Sifa dan Mey mengingatkan dia pada sosok Rio yang lebih
memilih mereka dibanding dirinya.
Mey dengan santainya
berjalan sendiri, sambil mencari objek untuk dipotret. Saat Mey ingin mengambil
gambar, terlihat wajah Raka di kamera tersebut sehingga Mey membatalkan
keinginannya. Dia sangat terkejut.
“Rak..ka?” Tanya nya
gugup. Seketika pikirannya melayang ke masa kecil nya dulu. Raka mengangguk dan
tersenyum, dia senang akhirnya dapat bertemu dengan Mey juga.
“Ada waktu buat
ngobrol?” Tanya Raka santai, menutupi hatinya yang sedang merinding disco.
“Ada” jawab Mey
singkat. Di sisi lain, Rio menghampiri Sifa dan Arya yang sedang bercanda. Sifa
memakaikan kacamata gaya warna hitam secara terbalik pada Arya, Arya mencubit
pipi Sifa dan mengejek Sifa kalau otaknya terbalik. Sifa balas mencubitnya dan
tertawa lepas. Namun Rio menghancurkan kesenangan tersebut.
“Rio? Lo kok ada
disini?” Tanya Sifa bingung. Arya melihat Rio, sangat terkejut, orang di masa
lalu nya.
“Gue buntutin lo dari
pulang sekolah sampe sekarang” jawabnya yang membuat Sifa agak sedikit kesal.
“Gue mau lo maafin
gue, fa. Itu doang, gak lebih. Pleaseee…” lanjutnya lagi. Sifa berfikir
sejenak. Arya membuka suara sehingga membuat Sifa mendongakkan kepalanya
menatap Arya.
“Lo Satrio Dhika
Bagasta, kan? Anak cowok yang dulu tulus sayang sama adik gue, Meiyaras?”
“Ka Ar..ya?” Tanya
Rio mulai panik mendengar penuturannya, dia takut kalau Sifa semakin marah padanya.
Sifa menatap Arya dan Rio secara bergantian.
♀ ♥ ♂
“Rio, sorry kami
pergi tanpa pamit lo”
“Gue terlalu emosi.
Gue fikir lo penyebab penderitaan Mey, ternyata gue salah. Sorry udah misahin
kalian” Rio tak berkata apapun, dia hanya melirik Sifa tanpa sepengetahuan
mereka berdua.
Sifa sama sekali
tidak mengerti sama jalan hidupnya yang sekarang. Memang pada awalnya semua
lancar terkendali namun kenapa semakin kesini semakin abstrak dan tidak karuan
ditambah lagi dengan orang-orang baru yang ditemuinya ternyata saling terkait
satu sama lain, ternyata benar kata orang bahwa hidup itu sempit seperti daun
kelor. Sifa tidak tau harus bicara apa, dia sama sekali tidak bisa mempercayai
setiap urutan cerita masa lalu mereka, yang menyangkut Arya, Rio, Mey, Ria, dan
Rakka.
Hening. Tak ada suara
dari mereka bertiga. Sifa bangkit berdiri dan pergi begitu saja tanpa ada yang
bisa menghalanginya, Rio dan Arya mengerti bagaimana perasaannya saat ini.
Di sisi lain, Mey
juga merasakan hal yang sama dengan Sifa. Sekian tahun tak berjumpa dengan
Rakka, takdir kembali menemukan mereka dengan orang-orang yang utuh seperti di
masa lalu nya. Mey mengalihkan pandangannya ke beberapa foto hasil jepretannya,
dia masih ingat jelas bagaimana kejadian di bukit saat hujan itu, karena itu
Arya membawanya secara paksa pergi dari Bandung meninggalkan semuanya tanpa
pamit.
Rakka mencengkram
erat pundak Mey seolah menahannya agar tidak pergi lagi dari hidupnya, terlalu
sakit menahan semuanya ini. Mey masih tidak berani menatap mata Rakka.
“Mey, please kasih
gue kesempatan buat ngisi ruang hati lo” Rakka bersimpuh di hadapan Mey. Rakka
terus menerus memohon, Mey tak sanggup mendengarnya. Rakka berdiri dibantu Mey.
“Maaf, sampai detik
ini pun aku masih belum bisa. Maafin aku, akuu…” Mey berlari menjauh dari
Rakka. Tak sanggup melihat wajah melas Rakka.
♀ ♥ ♂
Hampir seminggu Sifa
tak banyak bicara dan selalu menghindar setiap kali bertemu Rio dan Rakka. Dia
juga menjadi sosok wanita yang mendadak sangat penurut dan tidak membuat onar, justru
dia sangat displin mengalahkan murid-murid culun yang sering jadi bahan
ledekannya.
Rakka tidak
menggubris setiap omelan Pembina OSIS, pikirannya melayang-layang jauh ke masa
kecil nya, masa dimana dia telah menghancurkan semuanya, terutama kebahagiaan
Mey, perempuan yang sangat disayang nya.
“RAKKA, apa sih yang
sedang kamu pikirkan? Saya kecewa sama kamu, seminggu terakhir ini banyak yang
berubah darimu. Ada apa denganmu? Ada masalah? Ceritalah sama bapak. Saya kan
orangtua mu juga”
“Gak ada, pak. Kalau
hanya itu yang dibicarakan, saya permisi dulu” Raka tersenyum singkat kemudian
keluar dari ruangan Pembina OSIS nya.
Rio terus mendribel bola nya di bawah terik mentari
yang sangat menyengat, mungkin dapat membuat kulit gosong habis terbakar. Dia
hanya mengenakan kaos putih polos yang sangat pas dengan badannya sehingga
menunjukkan bagaimana postur tubuhnya, tak perduli tatapan sekitar, terutama
para perempuan yang memandang takjub badannya yang terlihat sixpack.
Pengecualian untuk Sifa, dia hanya melihat sekilas kemudian melanjutkan
langkahnya menuju perpustakaan. Rio sangat menyadari perubahan sifat yang
sangat drastis pada perempuan manis pujaan hati nya. Rio menghela nafas pasrah,
tak tahu harus seperti apa lagi kemudian hari.
Di dalam mobil, Arya bersandar
di jok. Seminggu terakhir ini dia tidak dapat tidur nyenyak, mungkin kalau
dihitung-hitung selama 7 hari ini, dia hanya tidur 5 hari dan itu juga tidak
sepenuhnya tertidur dengan nyenyaknya. Sekarang wajahnya sangat lesu. Dari
kejauhan terus di pantaunya gerbang sekolah dimana berada Rakka, Rio, dan Sifa.
Berharap dapat melihat Sifa keluar dengan senyuman yang mengembang dengan
manisnya.
Sedangkan tanpa
sepengetahuan yang lain, Mey masuk rumah sakit karena sakit nya kumat lagi.
Terlalu banyak pikiran dan juga dia jadi jarang sekali makan bahkan sehari
pernah sama sekali tidak makan.
♀ ♥ ♂
Arya, Rio, dan Rakka
bahkan Ridwan tanpa janjian satu sama lain, datang menghampiri kost-an Sifa.
“Yaah kalian telat.
Sifa nya udah ke Jakarta dua hari yang lalu” kata salah satu temannya yang
bernama Ani. Mereka empat cowok kece langsung terdiam mendengar berita itu.
“Ngapain ya dia ke
Jakarta?” Tanya Ridwan.
“Dia hanya bilang ada
urusan penting, tapi dia gak mau ngasih tau. Rahasia, begitu katanya” jawab
Ani.
Mereka berempat
terdiam, sibuk dengan fikiran masing-masing. Dan akhirnya Rio mencetuskan satu
ide cemerlang.
“Nyusul aja ke
Jakarta. Kangen banget gue sama dia”
“Kangen? Jadi lo udah
berpaling dari ade gue?” Tanya Arya sengit
“Kangen seorang
teman, kak. Itu maksudnya” jawab Rio yang sebelumnya gelagapan.
“Oh. Kalian duluan
aja, gue nyusul nanti. Masih ada urusan” Arya segera meninggalkan mereka yang
tersisa, 3 cowok kece.
♀ ♥ ♂
Sifa ketiduran di
samping mama nya yang sedang terbaring lemah di rumah sakit. Dia terlalu lelah
menjalani semuanya. Kenapa cobaan terus-menerus menghantam dirinya?
Sampai dia kembali
terbangun pun, mama nya masih belum sadarkan diri.
“Kenapa semuanya jadi
begini? Aku mohon mama bangun, jangan bikin aku gelisah gini, ma. Aku gak
sanggup liat mama begini”
“Maafin aku udah
banyak nyusahin mama. Maafin aku yang udah bohong besar sama mama. Maafin Sifa
ma… maafin Sifa…” tangisnya pecah. Sudah cukup dia menahan airmata yang ingin
keluar sejak lama. Tangan yang hangat mengusap lembut pipi Sifa yang sudah
basah.
“Ardi?” suara Sifa
nyaris tak terdengar.
“Keluar yuk” ajaknya lembut. Sifa
menurut, dia tidak berniat untuk memarahinya.
Setiba di restaurant tak jauh dari
rumah sakit tempat mama nya di rawat, Ardi menemani Sifa makan. Dia tau pasti perempuan
ini belum makan sejak kemarin.
“Ardi, aku minta maaf atas semuanya.
Seharusnya aku gak perlu marahin kamu sampai segitunya. Aku terlalu emosi. Aku
gak nyangka kalau kamu sebaik ini” ujarnya sangat lemah. Ardi mengelus lembut
tangan Sifa yang dingin dan menatap wajahnya, tatapan sayu, kantung mata yang
mulai menghitam, bibir kering, kulit putih pucat, sepertinya Sifa terlihat
lebih kurus dari sebelumnya.
“Ohiya, kamu tau darimana kalau aku
disini?”
“Aku yang nganter mama kamu”
“Makasih banget, ya. Jadi ngerepotin
banget”
“Santai aja lagi” Ardi terus
menatapnya sambil tersenyum tulus.
Sifa memaksa dirinya untuk
tersenyum, walau sulit. Dia membalas tatapan yang selama ini dihindarinya. Ardi
masih saja menggenggam tangan Sifa.
“Kaya nya kamu harus istirahat deh.
Muka kamu pucat banget” Ardi menganjurkan. Sifa hanya mengiyakan.
♀ ♥ ♂