Welcome to my blog =D

Di blog ini, aku naruh berbagai hasil karya aku bahkan sampai sedikit curhatan tentang keseharianku. Ku harap kalian suka membacanya ^^

Jumat, 28 Desember 2012

Candy dari Negri Awan



      Aku berjalan dengan anggunnya menuju lantai bawah di iringi dengan para pelayanku. Orangtuaku memerintahku tuk menghadap mereka. Setibaku dihadapan mereka, aku langsung bertanya ada tujuan apa mereka memanggilku.

      “Sayang, besok lusa kita akan kedatangan tamu dari kerajaan Mentari” ujar ibundaku setelah bangkit dari duduknya dan menghampiriku lalu merangkulku, ayahanda mengekor di belakang.

      “Lalu? Apa hubungannya denganku, ibunda?” tanyaku heran padanya. Dia mengelus penuh kasih rambutku yang sekarang sedang terurai. Ayahanda lah yang menjawab pertanyaanku.
      “Kamu akan di jodohkan dengan pangeran Kai” aku menggeleng dan sedikit menjauh dari mereka.
      “Aku tidak mau, ayahanda. Ibunda.. aku bisa cari jodohku sendiri” sahutku dengan penuh keterkejutan mendengar penuturannya.
      “Tidak bisa, sayang. Perjodohan ini akan segera berlangsung. Ini demi kebaikanmu”
      “Kebaikanku atau kebaikan kerajaan ini? Sekali tidak tetap tidak. Aku tidak akan bersanding dengan seseorang yang tak ku cinta” aku segera berlari menuju kamarku. Ku angkat sedikit gaun yang ku kenakan. Mereka meneriaki namaku berkali-kali tapi tak ku hiraukan. Aku terus saja berlari. Setiba di kamar, aku menyuruh pengawalku memanggil Meisholine, gadis manis yang sebaya denganku dan telah merawatku sekaligus menjadi sahabatku sejak kecil hingga kini. Aku selalu mencurahkan isi hati di saat sedih ataupun senang padanya.

      “Meisholine, mereka akan menjodohkanku dengan pangeran Kai. Tapi aku tidak mencintainya” ujarku lirih dengan berderai airmata, aku memeluknya erat. Aku sudah menganggapnya seperti kakak, ya…karena umurnya lebih tua beberapa bulan dariku. Dia mengusap lembut pipiku yang basah dan memberikan senyuman terbaiknya padaku. Aku membalas senyumnya.

      “Kamu temukan saja dulu dia. Mungkin saja dia benar jodohmu. Kalau kamu merasa tidak cocok, kamu bicarakan baik-baik dengan orangtuamu, tuan putri” ujarnya tegas, aku mempertimbangkan. Aku selalu menyutujui dan mengikuti setiap nasihat darinya, karena menurutku di istana se-megah ini hanya dia lah yang paling bisa mengerti aku. Aku kembali memeluk Meisholine, aku mengangguk padanya tanda setuju. Meisholine tersenyum senang padaku. Aku berlari keluar kamar, tersenyum kepada kedua ksatria yang dengan setia menjaga pintu depan kamarku., mereka membalasnya dengan anggukkan kepala. Satu demi satu anak tangga ku lewati dengan riang. Setiba dihadapan orangtuaku, mereka menatapku dengan heran.
Aku menarik mereka berdua menuju taman depan istana.
“Ayahanda, ibunda. Setelah Clarinda fikir, aku ingin mengenal lebih jauh dulu sosok pangeran Kai”
“Sungguh, putriku?” Tanya ibundaku senang.
“Tapi dengan satu syarat” ujarku pada mereka sambil tersenyum misterius. Mereka mengerutkan kening sambil menatapku.
“Kalau aku merasa tidak cocok dengannya, jangan paksa aku untuk menikah dengannya. Bagaimana?” mereka saling bertatapan. Sepertinya sedang mempertimbangkan. Aku setia menunggu keputusan mereka. Dengan kompak, mereka saling mengangguk setuju. Aku tersenyum senang lalu memeluk erat mereka berdua. Setelah mencium pipi mereka, aku kembali ke kamarku untuk memberi kabar terbaru ke Meisholine.
×××
Di kerajaan Mentari, orangtua pangeran Kai juga memberi kabar yang sama pada anaknya. Bedanya dia sangat mendukung perjodohan ini, sedangkan aku tidak begitu mendukung.
“Benar, ayahanda? Clarinda teman mainku semasa kecil dulu?”
“Iya, anakku. Lusa kita akan berkunjung ke kerajaannya. Untuk mempertemukan kalian” ujar ayahandanya dengan senyum bahagia sembari merangkul anak tercintanya. Kerajaan Mentari adalah kerajaan terbesar urutan ketiga di negri ku ini. Kerajaan terbesar nomor satu adalah kerajaan Permadan, keluargaku berteman cukup baik dengan mereka. Setahuku, Raja dan Ratu nya hanya memiliki satu putra sebagai penerus kerajaan mereka tetapi anak semata wayangnya itu hilang entah kemana saat berumur 10 tahun dan kini 14 tahun sudah mereka terus mencari keberadaannya.

“Terima kasih, ayahanda. Sejak dulu aku sudah menyukainya. Aku jadi tidak sabar menunggu lusa” ujarnya bahagia.
“Iya, sayang. Bunda ikut senang”
“Tapi, aku tidak ingin mendengar penolakkan dari bibirnya, bunda” ujarnya dengan raut wajah yang sudah berubah menjadi melas.
“Kamu tidak perlu khawatir, anakku. Percayakan semuanya pada bunda” ujar bundanya meyakinkan anaknya. Pangeran Kai hanya tersenyum simpul lalu keluar istana untuk berkuda seperti biasa nya.

Di sisi lain, di waktu yang sama. Aku sedang berjalan di taman sekitar istana. Aku menghirup wewangian dari bunga-bunga yang sedang bermekaran dengan sangat indahnya. Aku salut dengan orang-orang yang bertugas merawat taman ini, hasilnya sangat memuaskan. Meisholine dengan setia mendampingiku kemanapun dan kapanpun aku pergi. Aku senang dapat mengenalnya.

Setelah puas berkeliling taman, akhirnya aku dan Meisholine berkuda ke kota. Tanpa pengawalan khusus dari para ksatria istana, karena ini kemauanku. Kami, 2 gadis istana cukup lihai dalam urusan berkuda. Aku sebagai seorang putri kerajaan, tetap menjaga wibawaku dimanapun aku berada. Mahkota selalu melekat di rambut indahku ini. Aku juga selalu menjaga penampilanku sekalipun aku sedang berkuda. Setiap hari tubuhku yang kata banyak orang ideal, selalu terbalut gaun cantik, yang di desain khusus oleh seorang penjahit ternama di negri ku, dan hanya aku lah yang mempunyainya. Sekalipun gadis kaya yang lain mempunyainya itu juga karena meniru mode terbaruku saja.

Hari ini aku memakai gaun berwarna biru langit, kedua kaki ku yang memakai sepatu kaca berwarna senada yang sangat mengkilap, rambutku dikuncir dengan satu kepangan lalu ujung rambutku digulung-gulung seperti sosis dan dikesampingkan ke bahu kiri, poniku juga di miringkan kekiri, dan mahkota ku ditaruh tepat di depan kunciran rambutku. Aku selalu tampil anggun dan sopan di depan rakyat tercinta ku. Setiba kami disana, aku turun dari kuda di bantu dengan seorang pemuda tampan. Aku mengucapkan terima kasih padanya, dia membalasnya dengan senyuman. Saat dia ingin berlalu dari ku, aku menahan tangan kanannya.

“Boleh aku ikut?” tanyaku tegas padanya.
“Dengan senang hati, tuan putri” jawabnya. Aku dan Meisholine mengikuti pemuda tampan itu menuju tempat bekerjanya. Aku memperhatikannya secara mendetail. Dari ujung kaki sampai ujung kepala, dia sempurna, dia pantas untuk menjadi seorang pangeran. Lihat saja, jalannya sangat tegap, terkesan sangat berwibawa. Aku tertarik dengannya, Meisholine membuyarkan lamunanku. Ternyata kami sudah tiba di tempat tujuan, aku sampai tidak sadar seperti ini. Aku tersipu malu.

Cukup lama kami berada di kota, karena aku suka berlama-lama disini. Orang-orangnya sangatlah ramah dan sopan. Apalagi pemuda tampan itu. Saat kami ingin pulang, di luar hujan lebat. Entah sejak kapan hujan itu turun. Aku punya ide cemerlang. Aku mengajak Meisholine bermain hujan, dengan senang hati dia menuruti kemauanku. Kami pulang di iringi derasnya hujan sampai benar-benar tiba di istana. Saat kami berjalan di ruangan keluarga menuju lantai atas, orangtuaku memanggil aku. Kira-kira ada apa, ya?

Meisholine segera menyingkir saat orangtuaku menghampiriku, dia cukup tahu diri orangnya. Sepertinya ada yang aneh dengan mereka.
“Clarinda, anakku sayang. Nanti malam kita ke istana Mentari” ujar ibundaku lembut. Ayahanda menatapku lekat, tidak seperti biasanya.
“Bukannya lusa, ibunda?” tanyaku heran. Dia tersenyum simpul padaku.
“Dipercepat, sayang. Lebih baik sekarang kamu siap-siap. Dandan secantik mungkin” ibundaku mengecup keningku lalu menyuruhku pergi ke kamar, aku hanya menurut. Aneh sekali mereka. Ternyata Meisholine lebih dulu memilih gaun untukku, dia juga sudah berganti pakaian. Atau mungkin dia sudah tahu? Entahlah… aku langsung menghampirinya dan bantu memilih gaun.

“Lebih baik tuan putri membersihkan diri dulu, baru memilih gaun” Meisholine memberi saran secara lembut kepadaku, aku menurut.
Malam ini aku tampil istimewa, karena ini keinginan orangtuaku, aku menurut saja. Aku mengenakan gaun warna pink, dan sepatu berwarna senada yang sangat mengkilap. Rambutku dibiarkan tergerai tetapi tetap model gulungan sosis terbentuk di rambutku, ujung rambut kiri-kananku di satu kan di belakang rambutku lalu di bentuk seperti bunga yang sedang mekar, not bad. Mahkota tetap bertengger di kepalaku, bagiku mahkota adalah harga diriku.

Aku berjalan di tangga dengan gaun bagian belakang ku yang panjang di angkat oleh para pelayanku agar tidak kotor. Orangtuaku terpana akan kecantikkanku. Kami segera berangkat menuju kerajaan Mentari untuk memenuhi undangan makan malamnya sekaligus mempertemukanku dengan Pangeran Kai.
×××
Kami di sambut hangat oleh seisi istana Mentari. Apalagi saat mereka melihatku, mereka langsung mengagumi akan kecantikkanku malam ini. Sepanjang acara makan malam, suasana hening, tak ada yang bicara. Karena ini salah satu aturan di meja makan, tak boleh bicara apalagi tertawa, pakaian juga sangat diperhatikan saat memenuhi acara makan, cara duduk, dan bla bla bla…

Seusai makan malam, kami langsung menuju taman belakang istana, kebetulan malam ini cuaca sangat mendukung. Aku didorong pelan ke hadapan Pangeran Kai.
“Ayo, sayang cepetan” ujar ibundanya tidak sabaran. Apa maksudnya, ya? Aku menatapnya heran. Pangeran Kai mengeluarkan sesuatu dari sakunya.
“Kamu mau kan memakai ini?” Tanya nya ramah dan tersenyum manis padaku, aku luluh melihatnya. Tanpa meminta persetujuan orangtuaku, aku langsung mengangguk dan membiarkan dia memakai kan kalung berlian asli dengan liontin berbentuk matahari padaku. Setelah itu, alunan nada-nada yang merdu terdengar, dia mengajakku berdansa, aku menurut. Orangtua kami tersenyum senang melihat kami.

Hari semakin larut, aku dan orangtuaku pamit pulang. Sebelum memasuki kereta kuda, tiba-tiba saja aku mendapat satu kecupan hangat dari Pangeran Kai. Aku sangat terkejut, tapi entah mengapa aku tidak marah padanya. Orangtua kami juga tidak melarang. Perasaanku tidak enak, ada apa sebenarnya? Aku tersenyum padanya sebelum memasuki kereta kuda. Kamipun kembali ke istana sebelum semakin larut.

Setiba di istana.
“Putriku, selamat ya” ujar ayahandaku. Aku tercengang. Selamat untuk apa?
“Selamat kamu sudah menerima tawaran Pangeran Kai untuk menjadi istrinya” sambung ibundaku. Aku semakin terkejut.
“Maksudnya?” Tanya ku akhirnya. Mereka menunjuk kalung yang belum lama ini ku pakai sambil tersenyum.
“Kalung itu sebagai tanda kalau kamu sudah resmi menjadi tunangannya” jawab ayahandaku.
“Ap..apa? Ayahanda, ini tidak adil. Perjanjian kita? Aku..aku kan”
“Sudahlah, putriku. Pangeran Kai sangat mencintaimu, ibunda yakin dia tidak akan menyakitimu” aku menggeleng lemah. Ada apa dengan mereka?
“Tapi…”
“Tidak ada tapi-tapian, putriku” sahut ayahandaku. Aku menggeleng, butiran airmata mulai menutup pandanganku. Ku tutup mulutku dengan kedua tangan, aku melangkah mundur dengan pelan. Ku tatap nanar mereka berdua.
“Kalian jahat. Kalian sudah ingkar janji pada Clarinda” aku berlari menuju kamar, tangisku pecah. Aku segera membaringkan tubuhku ke tempat tidur. Meisholine masuk ke kamarku dan duduk di tepi ranjang tidur ku, aku merubah posisi menjadi duduk lalu memeluk erat dia. Dia mengelus pelan punggungku. Aku masih saja menangis.

“Senyum dong. Tuan putri tidak boleh menangis. Sebaiknya tuan putri istirahat”
×××
Kapan mereka merencanakan tanggal pernikahanku? Kenapa aku tidak di ikutsertakan? Kenapa ini semua terkesan buru-buru. Ada apa sebenarnya? Dua minggu lagi aku akan menikah dengan Pangeran Kai, orang yang belum begitu ku kenal dan aku tidak mencintainya. Lebih baik aku ke kota, mungkin saja aku bisa lebih tenang disana. Aku memacu kuda kesayanganku menuju kota. Sekarang aku hanya sendiri, karena Meisholine sedang mengurus ibunya yang sedang sakit, ibunya juga bekerja sebagai pelayan di istanaku.

Aku ingin berjumpa pemuda tampan itu lagi. Aku mendatangi toko nya, dia dan ayahnya membuka toko yang menjual berbagai macam jenis pedang, mereka juga lah yang menciptakan berbagai jenis pedang dari yang biasa sampai luar biasa.

“Selamat datang, tuan putri. Ada yang bisa saya bantu?” sapa ramah ayah pemuda itu. Aku balas menyapanya dengan senyuman.
“Aku ingin berjumpa dengan anak lelakimu” jawabku sopan.

Kami sedang berjalan hanya berdua di taman kota. Banyak yang menatapku penuh kekaguman dan menatap pemuda tampan ini dengan penuh kecemburuan karena bisa berjalan dengan seorang putri sepertiku.
“Hamba sangat tersanjung karena tuan putri ingin berjumpa dengan hamba” ujarnya sangat sopan. Aku sangat tertarik dengan kepribadiannya. Aku menjelaskan maksud dan tujuanku menemuinya. Dan aku juga meminta bantuannya untuk menolongku, dia mengerti dan mau mengabulkan permohonanku. Aku sangat senang, selain tampan, dia juga baik hati.

Sehari menjelang pernikahanku. Aku, Meisholine, dan pemuda tampan yang bernama Ralan mempersiapkan kereta kuda dan persiapan lainnya untuk membantuku kabur dari istana besok. Kami menggunakan 6 kuda, agar dapat melaju sangat kencang. Kami menggunakan kuda masing-masing, karena tidak dapat berpisah dengan mereka. Dan kuda kami juga tidak ingin berpisah dengan pasangannya jadi kami ikut sertakan pula pasangan kuda kami, jadilah 6 kuda yang akan membawa kami pergi jauh dari istana.

Hari yang ditunggu. Aku benar-benar seperti seorang ratu saja. Sangat dimanjakan dan dijaga ekstra. Temaku hari ini serba putih. Gaun putih, sepatu putih, dan aksesoris lainnya yang serba putih, aku juga memakai kalung pemberian Pangeran Kai. Tak hentinya aku bercermin. Hari ini aku benar-benar cantik sekali, lebih dari biasanya. Andai pangeran yang menantiku adalah belahan jiwaku, pasti aku akan berbahagia hari ini tetapi itu tidak mungkin terjadi. Aku mencari ide agar aku tinggal sendiri di kamar dan dapat melarikan diri.

Ralan sudah siap dengan kereta kuda kami. Dan Meisholine beralasan ada teman lama yang ingin sekali berjumpa dengannya dan dia harus menemuinya kalau tidak datang akan terjadi sesuatu padanya. Aku sudah menyiapkan ikatan selimut yang banyak sehingga dapat terurai panjang sampai ke bawah untuk aku turun nanti. Aku juga sudah bekerjasama dengan pemanah jitu, yang ku sewa dengan bayaran yang cukup besar, mereka sudah bersiap dibawah untuk memanah para pengawal yang dikirim dari kerajaan Mentari.

“Bisa tinggalkan aku sendiri? Aku butuh ketenangan” ujarku pelan seolah-olah tak sampai hati mengucapkan itu kepada mereka ditambah dengan senyuman malu-maluku. Mereka mengerti dan menuruti keinginanku. Aku tersenyum senang dalam hati. Sayang juga sih sebenarnya meninggalkan istana ini, apalagi meninggalkan kamarku. Kamar ini kan kamar paling besar di antara yang lain. Tapi ini pilihanku, aku harus segera pergi. Aku memberi tanda pada pemanah yang ku sewa kalau aku sudah siap untuk turun.

Aku segera melompat turun dan langsung berlari secepat mungkin. Susah juga ternyata lari menggunakan gaun seperti ini, tapi aku harus tetap berjuang. Demi masa depanku. Ayo Clarinda…kamu pasti bisa. Aku terus menyemangati diriku sendiri. Biarlah dandananku ini akan berantakkan, yang penting aku terbebas. Setelahku berada di dalam kereta kuda. Kami langsung melesat dengan sangat cepat menuju hutan.

“Tuan putri Clarinda. Bukannya hutan ini berbahaya? Konon kata ibuku pernah ada dua orang anak lelaki yang hilang di hutan ini” Tanya Meisholine padaku. Aku masih beristirahat, memejamkan mataku karena terlalu lelah berlari tadi. Aku membuka mata dan menatapnya dalam.
“Itu semua tidak benar. Percaya padaku” jawabku dengan penuh keyakinan. Kami terus melanjutkan perjalanan tanpa beristirahat. Sampai kami tiba di suatu tempat yang sangat asing.
×××
“Tuan putri hilang” teriak para pelayanku saat mengetahui aku sudah tidak ada di kamar. Aku sengaja membuat kamarku berantakkan agar mereka mengira aku telah di culik, aku juga telah membuat surat untuk lebih meyakinkan.

Orangtuaku membaca surat yang berada di atas meja riasku dengan seksama.
Maaafkan saya Raja dan Ratu, saya telah lancang menculik tuan putri Clarinda. Karena saya tidak rela jika tuan putri menikah dengan orang lain.

Orangtuaku sangat marah setelah membaca surat tersebut. Mereka mengerahkan sebagian pasukan untuk mencariku. Mereka menelusuri seluruh daerah Negri Awan, kecuali hutan terlarang ini.
×××
“Kita dimana?” tanyaku pada Ralan setelah ku keluar dari kereta kuda. Aku masih dengan gaun pengantinku. Dia hanya menggidikkan bahunya. Aku memberanikan diri berjalan lebih jauh ke depan sana. Ralan dan Meisholine mengekor di belakang, aku sengaja membiarkan para kuda beristirahat. Aku sangat terkejut setelah keluar dari hutan, pandangan yang sangat tidak biasa terpampang jelas di hadapanku.

Aku terus saja berjalan tanpa menoleh kanan dan kiri. Berbagai teriakkan ku dengar dan suara bising lainnya yang sangat asing bagiku. Dan tiba-tiba saja sesuatu yang berbodi besar menabrakku, tidak terjadi apa-apa padaku tetapi kakiku sangat sakit. Dua orang pemuda tampan datang menghampiriku, yang satu tersenyum padaku dan yang satu nya lagi tidak.

“Lo gak apa?” Tanya pemuda murah senyum itu.
“Kakiku sakit” jawabku jujur dengan tanganku yang masih memegang kakiku ini.
“Gue anter ke rumah sakit terdekat” dia langsung saja mengangkatku tanpa meminta izin terlebih dulu. Ralan menahannya saat ingin membawaku pergi.
“Tolong turunkan..” peringatannya pada pemuda ini terhenti saat melihat tatapan tajam mataku yang mengisyaratkan agar tidak berucap macam-macam. Pemuda ini mengangkat sebelah alisnya menunggu kelanjutan peringatan Ralan tadi. Dia semakin terlihat tampan dengan wajah yang seperti itu. Ralan hanya menggeleng.

“Lo berdua saudaranya atau teman? Udah ikut aja, ayo” dia mengajak Ralan dan Meisholine juga. Aku sedikit lega, setidaknya kalau terjadi apa-apa padaku ada mereka yang akan membantu. Pemuda itu terus memperhatikanku sedangkan temannya tidak sama sekali, melirikku saja tidak. Apa aku kurang cantik?

Setibanya kami yang katanya bernama rumah sakit, pemuda itu kembali mengangkatku. Dia kembali tersenyum padaku, aku suka melihatnya. Di kedua pipi nya terlihat beda saat tersenyum, hidungnya sangat mancung. Kulitnya putih, matanya berwarna coklat terang. Dia sangat tampan.
×××
“Gimana kabar lo? Baikan?” Tanya nya setiba di kamar tempatku istirahat, dia menaruh seranjang buah dan memberikanku sebuket bunga mawar putih. Aku sangat suka.
“Thanks. Iya, katanya dok..dokter besok aku bisa pulang. Tapi..” aku menunduk dalam. Dia duduk tepat di sebelahku. Dia mengangkat daguku pelan dan menatap dalam mataku yang berwarna biru ini. Aku cukup tertegun. Dia mengingatkanku akan sosok pangeran yang sering hadir di mimpi ku, atau mungkin…

“Tapi apa? Bilang aja ke gue kalau ada yang ganjal di hati lo” ujarnya lembut.
“Tapi disini aku tidak punya tempat tinggal. Aku juga tidak mengenal siapapun disini” jawabku pelan.
“Sungguh?” aku mengangguk. Dia tersenyum lagi padaku. Dia menggenggam erat tanganku dan kembali menatap dalam mata ku.
“Kalau gitu, lo tinggal aja di rumah gue selama yang lo mau” ujarnya dengan tulus padaku. Tawaran yang sangat bagus. Dia melanjutkan tawarannya.
“Engga boleh nolak” aku tertawa.
“Aku tidak akan menolak” sahutku. Aku masih saja tertawa, entah mengapa aku merasa nyaman di dekatnya. Temannya yang dingin itu datang menghampiriku.
“Ohiya, kenalin gue Abaynda Jiwa, panggil aja Abay. Ini sohib gue, Tandy Sebastian, panggil aja Ebas” pemuda tampan di hadapanku memperkenalkan diri padaku. Aku juga memperkenalkan diriku dan teman-temanku.
“Aku Candy. Ini sahabatku Olive yang tidur itu Rando” ujarku sambil tersenyum. Dia juga tersenyum. Tampan sekali.
×××
Sudah hampir sebulan kami tinggal di rumah Abay dan selama itu pula aku banyak belajar tentang negri yang asing bagi kami ini. Rumah Abay sangat besar, awalnya ku kira ini istana sama seperti tempat tinggal ku di negri Awan sana, ternyata aku salah. Rumahnya sangatlah nyaman, aku jadi ingin tinggal lebih lama disini. Sekarang aku sedang duduk di pinggir kolam renang dengan kaki yang bermain-main di dalamnya, di pangkuanku ada Mochie, kelinci putih yang tempo hari dibelikan Abay spesial untukku. Rando mengagetkanku sehingga aku tersadar dari lamunanku. Aku memukulnya pelan. Dia ikut duduk di sampingku.

“Ada apa, tuan putri? Melamun saja” dia membuka pembicaraan. Walaupun sekarang kami berada di tempat baru dan sangat asing, Ralan dan Meisholine tetap menghargaiku sebagai seorang putri raja. Aku tersenyum simpul sebelum menjawab pertanyaannya.
“Aku merindukan mereka. Setelah ku fikir, pilihanku sangatlah salah. Aku selalu di kejar-kejar rasa bersalah. Bahkan aku bermimpi kalau ayahanda sakit keras. Aku…” aku tidak sanggup lagi bicara, hati ku terasa sesak setiap kali membicarakan ini. Aku menangis, aku sangat merasa bersalah. Ku elus bulu putih nan halus milik Mochie. Ralan yang kini berubah nama menjadi Rando, tidak bicara lagi. Dia mengerti bagaimana perasaanku sekarang, karena dia juga dilanda rasa yang sama.

Abay datang menghampiri kami dan mengajak kami masuk ke dalam untuk istirahat, karena hari semakin larut dan dingin. Besok dia dan temannya akan mengajak kami berlibur ke pantai, dia menjamin kalau kami akan menyukainya. Kami juga akan menginap di villa dan katanya villa itu milik keluarga Ebas. Aku tidak sabar menunggu besok, aku berharap dengan liburan ini bisa membuatku untuk sementara melupakan rasa bersalahku ini. Aku dan Meisholine telah mempersiapkan semuanya untuk besok. Aku sengaja menutup semua identitasku, kami yang berasal dari negri Awan, aku yang seorang putri Raja, Meisholine yang kini bernama Olive adalah pelayan setiaku, dan Rando yang hanya seorang pembuat pedang.

Keesokkan harinya. Pagi-pagi sekali, aku dan Olive telah siap untuk berangkat. Dan para cowoknya juga sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil. Ternyata waktu itu yang menabrakku dengan bodi besar, namanya adalah mobil, di negriku tidak ada barang itu jadi wajar saja kalau aku tidak tahu.

“Candy? Hari ini lo cantik banget. Gue punya sesuatu buat lo” Abay mencari sesuatu di dalam tas kecilnya dan mengeluarkan sesuatu yang sangat cantik. Dia memakaikan aku kalung berliontinkan hati. Aku sangat tersanjung. Kami pun segera bertolak menuju pantai.
×××
Aku sangat senang, pemandangannya sangatlah bagus. Laut yang terbentak luas dengan deburan ombak, aku berlari dengan riang, bermain pasir dan berputar-putar. Mereka memperhatikanku yang sangat riang ini. Olive dan Rando aku tarik untuk ikut bermain denganku. Kami bertiga sangat senang, kami bermain air laut, sampai baju kami basah kuyup. Abay dan Ebas menghampiri kami. Mereka mengajak kami untuk makan siang. Villa nya juga sangat nyaman. Suasana yang sangat mendukung. Saat aku sedang berjalan di tangga, kakiku tersandung dan hampir saja terjatuh ke lantai. Untung Ebas menolongku, kami saling berpandangan cukup lama, matanya berwarna biru sama sepertiku. Melihatnya mengingatkanku pada seseorang. Pikiran kami kembali ke kehidupan nyata, kami melepaskan pegangan masing-masing.

“Thanks” ujarku sedikit kikuk. Kelihatannya dia juga gugup, jadi salah tingkah seperti itu.
“Lain kali hati-hati” ujarnya mengingatkan, aku hanya mengangguk. Dia berlalu dari hadapanku dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana pendeknya. Kehidupan disini dengan di negri ku berbeda 1800, disana aku sangat dihormati dan di sanjung-sanjung. Tetapi disini aku sederajat dengan yang lainnya, tidak ada predikat tuan putri disini. Hanya kecantikkanku yang tetap disanjung banyak orang, itu yang ku suka. Setelah makan malam, aku duduk di pantai dengan beralaskan kain pantai yang tadi ku bawa. Malam ini aku memakai dress pantai dengan panjang sampai mata kaki berwarna biru langit. Aku tidak memakai mahkota seperti biasanya, awalnya memang tidak biasa tapi lama kelamaan aku mulai terbiasa. Aku menggantinya dengan bandana berwarna senada.

Ku tatap nanar deburan ombak dan angin yang menerpa wajahku serta membuat rambut panjangku yang terurai bergoyang-goyang. Ku peluk lututku, ku taruh daguku di lutut kanan. Ada seseorang yang menenggerkan jaketnya di bahuku bermaksud melindungi badanku dari dinginnya angin malam, sebenarnya dari tadi aku memang kedinginan karena dress yang ku pakai hanya bertalikan tipis di bagian bahu. Dia duduk di sampingku. Aku menoleh, ternyata Ebas.

“Cewek engga boleh keluar malem” katanya dingin tanpa ekspresi dan tidak menatapku. Aku tetap memperhatikannya.
“Kenapa?” tanyaku.
“Ntar masuk angin” jawabnya singkat, membuatku tertawa geli. Ku kira serius ternyata hanya bercanda. Dia menoleh juga ke arahku, aku masih tertawa. Gantian aku yang tidak menatapnya.
“Masuk yuk, udah malem” ajaknya. Kami bangkit berdiri, saat ingin mengambil kain pantai tanpa sengaja tangan kami saling bertemu. Tangannya berada di atas tanganku, berbarengan kami angkat kain itu. Kami saling bertatapan., dia melepas genggamannya pada kain pantai milikku. Kami berjalan menuju villa tak jauh dari pantai.

“Ini jaket kamu” aku ingin melepas jaket milik Ebas tetapi dia melarang.
“Pake aja. Gue engga kedinginan ini” sahutnya. Sejak pertama bertemu dia, belum sekalipun aku melihatnya tersenyum apalagi tertawa. Bagaimana ya caranya membuat dia tersenyum. Nanti saja deh mikir nya kalau sudah tiba di villa.
×××
Keesokkan pagi nya, aku berjalan dengan Abay, hanya berdua. Banyak yang kami bicarakan, dia sangat berbeda jauh dengan Ebas. Dia selalu tersenyum dan mudah tertawa. Aku merasa aman berada di dekatnya. Dia memanggil namaku, membuat aku menoleh ke arahnya.
“Waktu pertama kita ketemu, lo kan pake gaun nikahan tuh. Lo kabur dari penikahan, ya?” Tanya nya. Membuat aku tertegun.
“I..iya. Aku tidak mencintainya. Kami dijodohkan” jawabku. Tanpa ku sangka dia mengelus rambutku dan merangkulku.
“Yaudah, engga usah sedih gitu. Jalan lagi, yuk” kami melanjutkan perjalanan. Ternyata dari tadi, tanpa kami sadari Ebas mengikuti di belakang dan menatap tajam Abay. Sepanjang perjalanan kami saling bertukar cerita dan sekali-kali tertawa. Aku beruntung bisa kenal dia, dia sangat baik dan bisa menuntun ku dengan penuh kesabaran dalam mempelajari apa-apa saja yang tidak ku ketahui.

Di sisi lain. Pangeran Kai tetap bersikeras mencariku, dia nekat memasuki hutan terlarang dan tiba di tempat yang sama denganku, di kota yang sangat asing. Dia tercengang melihat keramaian dan suara bising. Dia terus mencariku tanpa letih. Dengan pakaiannya bak ksatria nyasar dari negri antahberantah, dia menjadi tontonan orang-orang. Bahkan ada anak kecil yang ingin berfoto dengannya. Katanya penampilan dan wajah pangeran Kai mirip dengan pangeran yang ada di kartun Barbie.

Sedangkan aku yang masih berlibur dengan teman-temanku tidak mengetahui kedatangannya. Aku yang sedang asik bernyanyi di iringi petikkan gitar Rando di balkon villa dan Olive yang sedang membaca majalah fashion. Di luar, cuaca cukup panas. Aku menyanyikan lagu nya Miley Cyrus – My Heart Beats For Love.

I'm Not To Cross This Battle Field
I'm Screaming Out, Can You Hear Me Now?
I'm Holding On, I Stand My Ground
I'm Screaming Out, Can You Hear Me Now?

My Heart Beats For Love, My Heart Beats For Love
It's The Sound That I Hear, Tells Me Not To Give Up
It Breathes In My Chest And It Runs Through My Blood
My Heart Beats For Love, My Heart Beats For Love

Seusai ku bernyanyi, mereka yang mendengar bertepuk tangan. Ebas yang sempat mendengar sedikit, juga ikut bertepuk tangan.
“Mau jalan denganku, princess?” Tanya nya ramah dengan sedikit membungkuk dan mengulurkan tangannya padaku. Gerakkannya sama persis dengan para lelaki yang ada di negri ku jika sedang mengajak seorang perempuan untuk berkencan atau berdansa dengannya. Aku masih bergeming, Rando menyenggol pelan lutut ku dengan gitarnya, membuatku tersadar. Aku menyambut uluran tangannya sambil tersenyum manis.

“Dengan senang hati, prince” tadinya aku ingin berganti pakaian tapi dia melarang, katanya mau pakai baju apapun aku tetap terlihat cantik. Ini pertama kali nya dia memujiku, aku tersipu malu. Akhirnya aku hanya mengambil topi dan tas kecil yang hanya berisikan dompet dan HP pemberian Abay. Ternyata Ebas telah menyewa mobil untuk perjalanan ke kota. Sepanjang perjalanan hanya alunan lagu Barat yang meramaikan suasana. Bosan juga rasanya. Aku matikan tape nya dan aku menyanyi kan sebagian lirik lagu Love Me – Justin Bieber.
Love me, love me, say that you love me
Fool me, fool me, oh how you do me
Kiss me, kiss me, say that you miss me
Tell me what I wanna hear, tell me you love me

People try to tell me, but I still refuse to listen
‘Cause they don’t get to spend time with you
A minute with you is worth more than a thousand days without your love
Oh your love, oh


Ebas menoleh mendengar aku menyanyi.
“Kenapa? Suaraku jelek, ya?” tanyaku ragu. Dia menggeleng, tersenyum padaku, dan mengelus kepalaku lembut. Ini yang ku tunggu, aku ingin melihat Ebas seperti ini dan keinginanku terwujud. Benar juga apakata Olive kalau apa yang ku inginkan selalu terwujud, aku benar-benar beruntung. Aku ikut tersenyum melihat Ebas.

“Kapan-kapan kita duet, gimana?” tawarnya padaku.
“Bisa dicoba” setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, akhirnya kami tiba di tempat tujuan. Ebas membukakan pintu mobil untukku. Kami jalan beriringan dan tanganku di genggam Ebas, aku sangat terkejut. Dia mengajakku ke suatu toko yang menjual aksesoris cewek. Dia menyuruhku memilih barang apa saja yang aku suka dan dia yang akan membayarnya. Aku manfaatkan kesempatan itu, aku juga membelikannya untuk Olive. Setelah keluar dari toko tersebut, kami kembali berjalan, dan aku berhenti saat melihat ada yang menjual mahkota Raja dan Ratu, aku tertarik.

Aku mengambil satu mahkota dan ku pakai di kepalaku lalu ku ambil satu lagi dan ku taruh di kepala Ebas. Orang-orang yang berlalu-lalang memperhatikan kami berdua, bahkan seorang anak perempuan dan ibu nya datang menghampiri kami berdua. Ada yang aneh dengan kami? Pakaian kami wajar, aku memakai short dress tanpa lengan warna putih dan sepatu widges berwarna senada, ditambah aksesoris gelang dan jam. Sedangkan Ebas, seperti biasa memakai kaus warna putih, celana levis panjang, dan sepatu reebok casual warna putih, ditambah aksesoris jam ditangan kirinya.

“Kakak cantik sekali, seperti seorang putri raja atau tidak seperti Barbie” ujarnya tulus sambil memberikan sebatang bunga mawar merah yang sangat harum. Aku berlutut di depannya, agar tinggi kami sejajar. Ku elus penuh kasih kepalanya. Aku sangat tersanjung mendengar pujiannya.

“Thanks, little princess. Kamu juga cantik”
“Tapi mataku tidak berwarna biru seperti kakak, atau kakak pakai…”
“Tidak, sayang. Ini mata asli, tidak di rekayasa” aku bangkit berdiri.
“Boleh foto bersama?” Tanya ibunya pada kami.
“Of course” jawabku dengan girang. Kami pun berfoto. Saat melihat hasilnya di layar kamera, ibu itu berujar sehingga membuat kami terkejut tapi tetap tersenyum malu-malu.
“Serasa foto dengan sepasang Putri dan Pangeran. Kalian sangat serasi. Kalian sepasang kekasih?” Ebas merangkul ku dan mengangguk sambil tersenyum sangat manis, membuat para cewek yang tadinya hanya melihat jadi datang menghampiri kami tuk minta berfoto juga. Aku cukup tertegun melihat reaksi mereka serta melihat pengakuan palsu dari Ebas barusan.

“Iya, benar sekali. Bahkan kami sedang merencanakan acara pernikahan. Iya, kan, my princess?” senyuman dan tatapan matanya membuatku luluh, aku mengangguk juga akhirnya.
“Selamat, ya. Semoga semuanya berjalan dengan lancar. Amin” kami berdua juga mengaminkan doa ibu itu barusan.
“Kakak… Kalian berdua cakep sekali. Seperti Barbie dan Pangerannya yang berasal dari negri dongeng” Ebas mengucapkan terima kasih kepada gadis kecil itu dan gadis itu pamit lalu pergi meninggalkan kami. Aku hanya bisa gigit bibir mendengar penuturan gadis kecil itu, negri dongeng? Tepat, aku memang berasal dari negri dongeng, negri Awan yang sangat ku cinta. Mereka yang sedaritadi hanya memperhatikan kami, sekarang berani mengajak kami berfoto bersama, serasa artis saja begitu yang ku dengar dari mulut Ebas.

Kami melanjutkan perjalanan. Kami masih bergandengan tangan sepanjang perjalanan. Saat aku sedang duduk di bawah pohon yang rindang, Ebas mendekatiku dengan 2 kaleng softdrink. Dia menaruh 2 kaleng itu di sampingku, dia bertanya padaku dengan ekspresi serius.
“Candy, boleh ngomong sesuatu?” aku mengangguk. Dia berlutut di depanku, for what?
“Will you be my girlfriend?” Tanya nya serius padaku sambil menggenggam kedua tanganku. Aku menatapnya tidak yakin. Memang sih selama ini kami saling curi-curi pandang. Kalau aku sedang butuh bantuan, Ebas selalu ada. Dia juga pernah menjaga ku saat aku sakit demam, sampai dia tidak tidur semalaman. Diam-diam dia sering menaruh bunga mawar, coklat, dan surat cinta di depan kamarku. Aku mengetahuinya dari Olive dan Rando, mereka tanpa sengaja sering memergoki Ebas. Dan yang lebih bikin aku tertarik lagi dengannya, dia pernah menolongku dari para pemuda berandal yang ingin macam-macam denganku. Dia dengan sabar menanti jawabanku.

Aku menarik tanganku dari genggamannya lalu bangkit berdiri dan membelakanginya, dia terkejut. Aku menggeleng lemah.
“Sorry, I can’t refuse” ujarku yang membuatnya patah semangat seketika.
“I will be your girlfriend” lanjutku sambil memutar badanku sehingga menghadapnya. Dia tersenyum lega.
“Serious?” aku tersenyum. Dia berlari ke arahku, kemudian mengangkatku dengan sangat riang. Aku menjerit kaget. Dia teriak senang, aku juga tidak mau kalah. Setelah aku menginjakkan kaki di tanah lagi, dia menciumiku. Kening, pipi kanan-kiri, dagu, minus bibir. Dia memberikanku satu boneka teddy bear coklat besar sekali.

Kami pulang dengan senyuman tersungging di wajah. Kami tidak bisa menutupi kebahagiaan ini.
×××
Sudah puas berlibur, kami kembali ke kota yang penuh dengan aktivitas. Hari ini Ebas sangat sibuk di kantornya. Dia pewaris tunggal keluarga Cakra Agung, pemilik restaurant ternama di kota ini bahkan restaurantnya sudah membuka sekian cabang dan sampai ke berbagai Negara. Aku sudah di perkenalkan dengan keluarganya, mereka menerimaku dengan sangat ramah. Mereka juga menyetujui hubunganku dengan Ebas. Kami sangat lega.

Semenjak aku mengumumkan kalau aku dan Ebas resmi pacaran, secara perlahan Abay seperti menjauh dariku. Aku tidak tahu apa alasannya. Apa dia cemburu? Nanti malam Ebas akan memberikan kejutan lagi untukku. Dia memang paling bisa membuatku tersenyum senang.

Malamnya.
Ternyata kejutannya adalah candle light dinner, aku senang sekali. Malam ini juga dia memberikanku cincin. Dipakaikannya cincin itu dijari manis kiri ku. Tidak lupa dikecup penuh kasih tanganku. Aku tersipu malu. Dia mengajakku berdansa. Saat aku berputar, aku melihat seorang pelayan yang wajahnya sangat mirip dengan Pangeran Kai. Aku berhenti berdansa, ku perhatikan pelayan itu. Dia juga menatapku lekat dan mengedipkan matanya padaku, senyuman sinis tersungging di bibirnya.

“Honey, we must go home now” aku mengambil dompetku dan menarik Ebas keluar restaurant. Sepanjang perjalanan, aku hanya diam. Apakah yang ku lihat itu benar? Ebas memegang tanganku.
“What happen with you, my princess?” Tanya nya dengan tatapan cemas. Aku menggeleng dan tersenyum dipaksakan.
“Kalau ada masalah cerita aja ke aku” aku sandarkan kepalaku di bahu kirinya.
“Aku baik-baik saja kok, honey” ujarku berdusta. Dia melajukan mobilnya lebih cepat agar cepat tiba di rumah.
×××
Aku, Olive, dan Rando pergi berkeliling kota. Ada sesuatu yang ingin di beli Rando. Kami pun berpencar, aku dengan Olive jalan kemana saja kami suka, sedangkan Rando melangkah ke tempat tujuan. Aku mendengar alunan indah yang sangat mendukung untuk menari balet. Aku pernah menonton ballerina menari dengan lincahnya di atas panggung dan aku mempelajari tariannya. Kebetulan hari ini aku memakai sepatu yang lentur.

Aku mulai menari. Berdiri hanya dengan ujung kaki, berputar-putar, melompat kesana-kemari. Rambutku tergibas dengan cantiknya. Banyak orang yang menonton penampilanku dan memuji kecantikkanku. Mereka bilang aku seperti bidadari yang turun dari kayangan, postur tubuhku yang ideal, rambut coklatku yang panjang tergerai dengan indahnya, mataku yang berwarna biru, bulumataku yang lentik, hidung mancung, kulit putih bersih, dan gerakkan tubuh ku yang sangat lentur. Short dress yang ku kenakan saat ini, bagian bawahnya ikut menari-nari sesuai dengan gerakanku. Tiba-tiba saja tubuhku terangkat tinggi. Ku rasa ada seseorang yang memegang pinggangku. Aku fikir ini Ebas, aku terus menari dengan mata yang tertutup.

“Sewaktu kecil kita pernah dansa bersama, kan, tuan putri?” suara itu, sontak aku membuka mataku. Pangeran Kai…
“Are you remember me?” Tanya nya. Aku sangat speechless. Aku mencoba melepaskan pelukkannya tapi terlambat, dia sudah mengepungku saat aku sedang tidak menyadarinya. Tidak hanya aku, Olive juga sangat terkejut, kenapa dia bisa sampai kesini juga?

“Apa yang kamu inginkan, pangeran Kai?” aku memberanikan diri bertanya padanya. Dansa terus berlanjut, agar orang-orang yang menonton tidak mencurigai kami.
“Kamu, tuan putri” jawabnya.
“Aku sudah menemukan kekasih hatiku” ujarku tegas padanya sambil menatap tajam tepat di manik matanya.
“Ohya? Tapi tidak akan bertahan lama, karena aku tidak akan tinggal diam. Lihat saja nanti, tuan putri” aku menunduk mendengar penuturannya. Dia kembali mengangkatku dan mengakhiri tariannya. Aku segera menghampiri Olive setelah pangeran Kai meninggalkanku.

Rando langsung berlari menuju café dimana aku dan Olive berada setelah mendengar kabar kalau pangeran Kai juga ada disini.
“Hai… sorry agak telat. Tuan putri, kenapa bisa ketemu dia?” Tanya Rando setibanya dan duduk di dekatku. Olive mengisyaratkan agar dia diam saja. Aku takut sesuatu akan terjadi dengan hubunganku dan Ebas. Aku memegang cangkir yang berisikan cappuccino tetapi belum ku teguk sedikitpun isinya. Aku masih saja bergeming.
“Tuan putri, lebih baik kita pulang saja, ya?” aku mengangguk pasrah.
×××
Aku menatap nanar langit yang penuh dengan bintang-bintang yang bergemerlapan. Aku ingat, dulu saat berlibur aku dan Ebas pernah menghitung bintang di langit, dia memelukku dari belakang dan mencium pipi kiri ku, membuatku terkejut. Aku berlari riang di pantai dan bintang-bintang di langit sebagai saksi kalau kami saling mencintai. Aku tersenyum getir. Butiran airmata keluar begitu saja, aku membiarkannya terus mengalir dengan derasnya. Kini pipiku telah basah karena airmataku.

“Princess, are you okay?” Tanya Ebas. Ku hapus airmata di pipi. Dia menatapku khawatir.
“Ya, aku tidak apa. Kamu kapan datang?”
“Jangan berdusta, Candy. Aku datang sejak setengah jam yang lalu saja kamu tidak menyadarinya”
“Aku sungguh baik-baik saja. Aku istirahat dulu, ya. Bye” aku pergi meninggalkan Ebas begitu saja tanpa menciumnya seperti biasa.
×××
Ebas yang sedang sibuk memeriksa proposal pemberian sekretarisnya tadi pagi terkejut ketika ada seorang wanita yang masuk begitu saja ke ruangannya tanpa permisi dan dengan pakaian yang begitu minim.

“Maaf, pak. Tadi saya sudah melarangnya, tapi dia tetap saja….” Sekretarisnya memberikan penjelasan.
“Tidak apa. Lanjutkan saja pekerjaanmu. Dan kamu silahkan duduk” sekretarisnya menutup pintu dan wanita itu duduk di hadapannya.
“Ada yang bisa saya bantu?” Tanya Ebas. Wajah wanita itu berubah total, jadi memelas.
“Bisa bicara diluar kantor? Tidak enak kalau bicara disini” Ebas mempertimbangkan. Dia menyetujuinya juga. Mereka pergi ke salah satu café tak jauh dari kantor Ebas.

Wanita itu duduk di sebelah Ebas dengan mimik muka yang serius didukung dengan tangisan dia berkata.
“Kekasihmu sedang dalam masalah” Ebas sedikit terkejut.
“Maksudmu?” wanita itu terdiam sejenak.
“Ya, kamu ingat kita pernah bertemu?” Ebas mencoba mengingat. Kemudian dia mengangguk.
“Aku di bayar sama Kanzi. Untuk menghancurkan hubungan kalian. Sebenarnya dia itu…”
“Arithmen Kanzi? Dia siapa? Atau dia yang menyebabkan Candy berubah drastis akhir-akhir ini?” Tanya Ebas heboh. Wanita itu mengangguk takut.
“Iya. Aku juga yang mengirimkan foto-foto palsu pada kalian. Aku juga yang telah mengirimkan sms untuk Candy dari HP mu. Kalian bertengkar, itu semua karna aku. Maafkan aku” Ebas tidak tahu lagi harus berbuat apa. Dia menyadarkan punggungnya di sofa. Wanita itu menangis pelan sambil menunduk dalam.
“Sekarang masalah apa yang lagi di hadapin Candy?” Tanya Ebas serius.
“Aku juga gak tahu. Kanzi cuma bilang hari ini dia akan berjumpa dengannya” Ebas berlari cepat keluar café, wanita itu mengekor di belakang.
×××
Ebas meneriaki nama Abay berkali-kali, dia lagi panik tingkat bingung. Dia mencari Abay di seluruh bagian rumahnya, wanita tersebut ikut membantu. Ada seorang lelaki tegap masuk dengan santainya ke dalam rumah itu.
“Ebas? Ini kan masih jam kerja. Lah itu siapa?” Abay bingung sendiri.
“Candy mana?” Abay mengangkat bahu, tidak tahu. Ebas mengacak kesal rambutnya.
“Gimana sih, Candy pergi aja lo gak tau?! Dia lagi dalam masalah, bay” Ebas kembali berlari menuju mobil, wanita itu mengekor lagi, dan kini Abay juga ikut menjadi ekor. Ebas langsung menancap gas mobilnya, menyetir ugal-ugalan, tidak seperti biasa nya.
×××
Perlahan ku kerjap-kerjapkan mata indahku. Pusing yang maha dahsyat menyerang kepalaku. Aku merasa asing dengan tempat ini.
“Welcome to our new house, my princess” ujar Pangeran Kai dengan senyum sinis yang tersungging. Aku sangat terkejut.
“Apa maksudmu melakukan ini padaku? Kamu sudah keterlaluan. Ingat, aku ini Tuan Putri” sahutku ketus. Dia jahat, tega sekali mengikatku seperti ini.
“Karena itu, Tuan Putri harus menikah dengan Pangeran bukan dengan orang kota yang kita sendiri tidak tahu asal-usulnya” jawabnya santai. Aku menggeleng tidak percaya melihat Pangeran seperti ini, tidak pantas. Aku terus mencoba melepas ikatan. Dia hanya memperhatikanku dengan iba, aku tidak sanggup lagi, akhirnya aku mengalah dan menangis.
“Asal kamu tau Tuan Putri sebenarnya kekasihmu itu adalah kakak kandungmu yang telah hilang sejak lama. 14 tahun yang lalu bersama dengan sahabatnya. Akulah dalang di balik itu semua”
“Kamu jangan sembarang bicara ya!!! Jangan lagi kamu ungkit tentang kakakku yang hilang. Kamu boleh membencinya tapi tidak perlu mengarang cerita palsu!!!!” jawabku kesal, aku sampai berteriak saking kesalnya. Dia melanjutkan ceritanya.
“Dulu kalian bertiga selalu main bersama. Kamu tidak menyadari kalau selama ini aku selalu memperhatikanmu, Tuan Putri. Tapi apa? Kau tidak perduli padaku. Kau mengenalku hanya saat kita berdansa untuk mengisi acara saat pertemuan antar kerajaan”
“CUKUP!!!!” aku tidak mau mendengarnya lagi. Terlalu sakit hati ku setiap kali mengingat kenangan manis bersama kakak dan sahabatnya yang sekaligus telah menjadi sahabatku juga. Kini mereka telah tiada.
“Aku sengaja menyuruh mereka masuk ke hutan itu, aku berpura-pura minta bantuan mereka. Ragestha Endra Berliand sama dengan Tandy Sebastian dan Awantra Reefharn Permadan sama dengan Abaynda Jiwa”
“CUKUP!!! AKU BILANG CUKUP!!! Jangan bicara lagi. Baik, aku akan lakukan apapun asal kamu tidak bicara ini ke siapa pun termasuk mereka” jawabku lemah. Dia berlutut di depanku dan mengusap lembut pipiku yang sudah basah.
“Sungguh?” tanyanya meyakinkan. Aku tersenyum getir, terpaksa. Tidak terbayang bagaimana nanti aku berhadapan dengan mereka, dua orang yang berasal dari masa lalu ku??? Dia melepaskan ikatanku lalu memelukku, hangat. Sejak tadi aku menahan dingin, aku berada di ruangan AC dengan suhu 180C. Mukaku juga sudah mulai pucat.
“Aku mau pulang” ujarku lemah. Sejak pagi aku memang belum makan. Dia ingin melarangku tapi aku kembali bicara.
“Please…” dia pun luluh. Dia mengantarku keluar rumah.
“Aku pulang sendiri aja”
“Ta..tapii”
“Kalau kamu nganter aku, kamu akan di hajar sama mereka. Aku bisa kok pulang sendiri” aku memaksakan bibir ini tersenyum padanya, walau pahit rasanya. Ternyata di luar hari sudah gelap.
×××
Teriakan kegirangan seisi rumah menyambutku hangat. Aku hanya membalas dengan senyum. Olive memelukku. Dia sampai menangis, terharu mungkin.
“Jangan nangis dong. Aku kan baik-baik aja” aku usap lembut pipinya. Ebas dan Abay memandangku lekat, seperti ingin mengintrogasi aku. Rando juga ikut memelukku. Olive dan Rando mengajakku makan malam bersama, mereka memang paling dapat mengerti keadaanku.
Ebas memelukku dari belakang. Aku diam, tak tahu harus berbuat apa, aku masih bingung dan bimbang dengan keputusan yang telah ku pilih tanpa berfikir dulu. Dia menciumiku seperti biasa, memancingku agar aku merespon tindakkannya. Malam ini aku benar-benar takut, takut kalau semua ucapan Pangeran Kai benar nyata ada nya. Aku tatap langit tanpa bintang. Ebas mengikutiku menatap langit, dia mengangkat tanganku dan menunjuk satu bintang yang terlihat.
“Dia hebat, ya. Mampu bersinar sendiri tanpa ada pendamping di sekelilingnya. Sama kaya kamu. Mampu jalani semuanya walau tanpa aku di sisi kamu” dagunya bertengger di bahu kiri ku. Aku tersentak kaget mendengar ucapannya barusan, dia sadar atau tidak ya bicara seperti itu? Aku menghembuskan nafas panjang. Aku nikmati tiap hembusan nafasnya. Aku resapi setiap ucapannya.
“Hey lihat ada bintang jatuh. TIME TO MAKE A WISH” dia menutup mataku dengan tangannya. Kami saling mengajukan satu permohonan dalam hati.
Aku ingin semuanya dapat berakhir dengan indah.
Aku ingin selalu bersama selamanya dengan Candy.
Kami membuka mata perlahan. Aku tersenyum. Dia ikut tersenyum melihatku.
“Aku seneng banget punya pacar kaya kamu. Kamu itu Cinta Pertama ku. Kamu perempuan pertama yang bisa luluh-in hati ku” aku mulai terpancing untuk bicara.
“Sebelumnya kan kamu tuh jutek banget, eh ternyata diam-diam kamu punya perasaan sama aku” dia makin mempererat pelukkannya.
“Sayaangg… akhirnya kamu ngomong juga. Seneng deh” dia kegirangan. Aku tersenyum tipis.
“Aku mau tidur” tanpaku sangka dia mengangkatku dan membaringkanku di ranjang tidurku. Cukup kaget sih. Aku memukulnya pelan.
“Kaget ya? Maaf deh sayang” dia mengecup lembut keningku. Aku menarik tangannya.
“Temenin sampai aku tidur, ya” pinta ku. Dia mengiyakan. Dia berbaring di sebelahku. Di usap-usapnya lembut kepalaku, terkadang rambutku yang terurai di mainkan. Dia juga menyanyikan berbagai lagu untukku. Sepertinya dia puas sekali memandangiku berlama-lama. Biarlah, untuk yang terakhir. Aku hanya punya waktu 2 hari lagi disini karena aku akan kembali ke negri tercintaku dengan Pangeran Kai calon suamiku. Aku tertidur juga tepat menghadapnya.
“Candy, kamu kok cantik banget sih? Jadi inget my little Princess Berli. Gimana kabar dia sekarang, ya?” Ebas ikut tertidur. Sepanjang malam dia memelukku dan aku tidak menyadarinya karena ku tidur sangat pulas.
×××
Nanti malam aku akan pergi meninggalkan kota ini. Kota yang penuh dengan kenangan indah bersama Ebas dan Abay, yang ternyata orang terdekatku di negri tercintaku. Olive masuk ke kamar ku tanpa sepengetahuanku.
“Tuan Putri” sapa nya pelan. Membuatku terkejut luar biasa.
“Em..eh..O..Olive kapan masuknya? Gak ketuk pintu dulu, ya?” Tanya ku heran.
“Daritadi aku ketuk pintu tapi gak ada sahutan karena ku kesal aku langsung masuk aja deh, ternyata kamu lagi melamun. Apa sih ya kamu fikirin? Cerita dong sama aku” aku tidak menjawab. Aku menatap nanar fotoku bersama Ebas yang ku bingkai dan ku letakkan di meja kecil di sebelah ranjang tidurku.
“Candy?”
“Eh..iya..ada apa, live?”
“Tuh kan kamu melamun”
“Maaf. Olive, malam ini aku harus pergi dengan Pangeran Kai. Dia sudah cerita semuanya padaku” dia sangat kaget mendengarnya.
“Ebas adalah kakak kandungku yang hilang 14 tahun yang lalu bersama sahabatnya Abay. Kai lah dalang di balik semuanya. Dia menyukaiku sejak lama tapi aku tidak sadar”
“Apa? Gak mungkin lah, Cand”
“Ragestha Endra Berliand dan Awantra Reefharn Permadan. BERLIAND… nama anggota kerajaan turun-temurun dan PERMADAN nama anggota kerajaan yang bersahabat dekat sama kerajaanku” Olive sampai tercengang mendengar penuturanku.
“Jadi kamu relain diri kamu demi mereka? Biar mereka tidak mengetahui semuanya?” aku mengangguk pasrah. Kami berpelukkan.
“Salam buat mereka semua” ucapku lemah di sela tangisanku.
×××
Tangannya bergetar dahsyat mendengar penuturanku dari balik pintu kamar. Dia tidak jadi memegang handle pintu kamarku. Gak mungkin..ini semua gak mungkin terjadi.. gue..dia..dan mereka..masa lalu gue… engga mungkin. Dia mundur perlahan.
×××
Aku telah kembali ke negri ku minus Meisholine dan Ralan, aku hanya berdua dengan Pangeran Kai. Kami saling berpegang tangan, agak menyakitkan sebenarnya. Aku sangat hati-hati melangkah ke dalam istana, seluruh penjuru negri ini ramai membicarakan kedatanganku dengan selamat bersama Pangeran Kai calon suami ku. Aku mengenakan gaun pangantin tempo hari yang masih ku simpan tanpa di cuci. Pangeran Kai juga sama. Ayanda dan ibunda menyambut ku dengan riang.
“Clarinda, putriku sayang. kamu telah kembali”
“Apa kamu terluka sayang? Siapa yang telah lancang menculikmu?”
“Ayahanda..ibunda… itu semua telah lalu. Buktinya sekarang Clarinda baik-baik saja, kan? Bahkan kembali ke istana ini bersama dengan Pangeran Kai. Aku sadar, kalau hanya dia lah yang pantas untukku” aku tersenyum memandang Pangeran Kai. Menutupi luka hati yang telah di koyak habis sama dia.
“Sungguh, putriku? Kamu sudah siap menikah dengannya?” Tanya ayandaku. Aku mengangguk setuju.
“Aku ke kamar dulu, ya? Mau membersihkan diri. Kalian atur saja semuanya, aku hanya menurut saja” aku menuju kamarku yang telah lama sekali ku tinggalkan, ternyata sudah rapih seperti sedia kala. Ke esokkan harinya seisi kerajaan sibuk menyiapkan acara pernikahanku, aku beserta orangtua dan Pangeran Kai beserta orangtuanya berkeliling taman, melihat taman yang yang sedang di hias sedemikian rupa. Aku menggandeng tangan Pangeran Kai dan saling melempar senyum. Maafkan aku telah membohongi kalian. Besok malam adalah acara pernikahanku.
Seluruh penjuru negri ini juga riuh membicarakan pernikahanku yang sebentar lagi akan berlangsung. Kami 2 kerajaan yang sebentar lagi akan bersatu, berkeliling dengan kereta kuda sambil melambaikan tangan dengan tersenyum ramah. Aku tidak menyangka, antusias masyarakat yang luar biasa mendengar kabar kalau aku telah siap menikah dengan Pangeran Kai. Hatiku menangis.
×××
“Sayang, kamu menangis? Apa kamu belum sepenuhnya siap?” Tanya ibundaku saat menemuiku di kamar.
“Aku terharu ibunda. Akhirnya aku telah menemukan Pangeran yang ku cari. Hikss…” ku peluk erat ibundaku sambil menangis tertahan. Ebas…aku menyayangimu, hiks hiks…
“Sebentar lagi acara di mulai. Kita turun sekarang, yuk, Clarinda” aku merapihkan dandananku dan melangkah berdampingan dengan ibunda. Semua mata tertuju padaku. Takjub akan kecantikkanku. Gaun cadangan yang telah di rancang khusus oleh perancang busana kepercayaan kerajaanku. Perpaduan warna putih dan pink yang dominan. Malam ini aku kembali mengenakan mahkotaku, harga diriku.
Gaun putih panjang sekitar 2 meter di angkat para pelayanku agar tidak terseret saat ku berjalan. Model rambutku kembali seperti dulu, gulungan sosis di bagian bawah. Kalung permata asli yang ku kenakan sangat mengkilau, make up ku yang tipis makin menampilkan kecantikkanku yang natural. Ayanda menjemputku di bawah tepat di depan tangga, kami semua menuju taman kerajaan, untuk melangsungkan acara pernikahan.
Saatnya bertukar cincin. Andai pria di hadapanku Ebas, aku pasti dengan senang hati memakaikan cincin ini.
“CANDY JANGAANNN!!!!” semua mata menoleh ke sumber suara. Ebas.. aku langsung berhambur ke dalam pelukannya. Kami saling berpelukan di depan umum termasuk kedua orangtua ku.
“Kenapa? Kenapa kamu sembunyiin semuanya dari aku? Aku sayang kamu, Candy, tulus dari lubuk hati terdalam” aku kembali menitikkan airmata.
“Aku gak sanggup, Ebas. Aku terlalu sayang kamu. A..aku gak bisa terima kenyataan kalau..”
“Kalau kita saudara kandung, itu kan maksudmu?” semuanya tersentak mendengar penuturan Ebas. Aku menangis semakin jadi.
“Cukup, Ebas. Aku gak mau dengar lagi. Terlalu sakit”
“Lebih sakit lagi aku tau semuanya bukan dari kamu yang langsung cerita sama aku”
“Ebas.. aku minta maaf. Aku..aku…” Ebas memelukku erat, aku tidak mampu berucap apapun. “Maaf” ujarnya lirih. Tangisku semakin parah.
“Kenapa kamu rela menikah sama dia? Dia bukan orang yang kamu cinta. Kamu ingat kan kita pernah berencana menikah di tempat seindah ini? Di taman sebuah istana kerajaan ternama”
“Ebas, itu semua gak mungkin. Sekarang keadaannya udah beda. Kita saudara kandung, kamu kakak aku yang hilang 14 tahun lalu” aku merendam wajahku di dada bidangnya Ebas. Pangeran Kai menarik ku paksa dari pelukan Ebas.
“Dia istri gue”
“Belom resmi” sahut Ebas. Aku panik melihat mereka mulai berkelahi. Kai menendang keras dada Ebas sampai terjatuh dan mengeluarkan darah. Aku langsung menghampirinya.
“Ebas, kamu gak apa, sayang? Kamu..” dia tersenyum dan mencoba bangkit, aku membantunya.
“Lihat nih. Clarinda lebih milih nolong gue ketimbang lo! Ngaca dong, cowok brengsek gak pantes dapetin Princess perfect kaya gini” aku mengusap darah di sudut bibirnya. Dia pahlawanku.
“Lo gak pantas kurang ajar sama Pangeran” sahutnya.
“Mana ada Pangeran yang ngomong GUE-LO dan BERKELAHI sama orang biasa. Keluarga lo tuh gak ada yang benar. Kalian cuma mau nguasain kerajaan Berliand. Lo yang udah bikin gue sama sahabat gue nyasar ke kota yang asing”
“Saya Awantra Reefharn Permadan dan dia Ragestha Endra Berliand, 2 anak lelaki yang hilang 14 tahun lalu di hutan terlarang” mendadak hening mendengar pengakuan Abay. Meisholine dan Ralan mengiyakan. Setelah semua telah jelas, para pengaman di kerahkan untuk menangkap seluruh anggota kerajaan Mentari.
Ayahanda dan ibunda menghampiri kami. Kami saling berpelukan, Awantra juga berpelukan dengan orangtuanya yang telah berpisah bertahun-tahun, Meisholine juga sama,sedangkan Ralan menunggu nanti, karena ayah nya tidak ada disini.
“Ragestha, anak ku”
“Iya, ibunda” aku terharu melihat pertemuan ini setelah perpisahan yang cukup lama. Tapi di sisi hati ku yang lain, aku sangat sakit mengingat kalau aku dan Ebas tak dapat bersatu.
“Clarinda, adiku” ujarnya dengan terpaksa.
“Ragestha, kakaku” sahutku tidak kalah terpaksa, kami berpelukan hambar, tidak seperti dulu yang penuh dengan kemesraan dan kehangatan. Awantra menghampiri kami. Ebas mencium keningku lembut. Dia menyatukan tanganku dengan tangan Awantra. Aku bingung, apa tujuannya???
“Kalian pasangan serasi. Abay udah suka kamu sejak pertama ketemu di jalan. Dan Candy awalnya juga suka sama lo, sob. Jadi kalian lebih cocok”
“Kalo gue sama dia, lo sama siapa?” Ebas menarik paksa Meisholine.
“Olive juga boleh. Kalo di perhatiin lumayan juga”
“Kakak gila iih”
“Daripada gue ngerusak kebahagiaan kalian hayoo?”semua pada tertawa senang. Semuanya telah kembali seperti semula. Walau aku dan Ebas belum sepenuhnya bisa menerima kenyataan untuk berpisah sebagai sepasang kekasih.
×××
Kenyataan itu menyakitkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar