Aku
berjalan dengan anggunnya menuju lantai bawah di iringi dengan para pelayanku.
Orangtuaku memerintahku tuk menghadap mereka. Setibaku dihadapan mereka, aku
langsung bertanya ada tujuan apa mereka memanggilku.
“Sayang,
besok lusa kita akan kedatangan tamu dari kerajaan Mentari” ujar ibundaku
setelah bangkit dari duduknya dan menghampiriku lalu merangkulku, ayahanda
mengekor di belakang.
“Lalu?
Apa hubungannya denganku, ibunda?” tanyaku heran padanya. Dia mengelus penuh
kasih rambutku yang sekarang sedang terurai. Ayahanda lah yang menjawab
pertanyaanku.
“Kamu
akan di jodohkan dengan pangeran Kai” aku menggeleng dan sedikit menjauh dari
mereka.
“Aku
tidak mau, ayahanda. Ibunda.. aku bisa cari jodohku sendiri” sahutku dengan
penuh keterkejutan mendengar penuturannya.
“Tidak
bisa, sayang. Perjodohan ini akan segera berlangsung. Ini demi kebaikanmu”
“Kebaikanku
atau kebaikan kerajaan ini? Sekali tidak tetap tidak. Aku tidak akan bersanding
dengan seseorang yang tak ku cinta” aku segera berlari menuju kamarku. Ku
angkat sedikit gaun yang ku kenakan. Mereka meneriaki namaku berkali-kali tapi
tak ku hiraukan. Aku terus saja berlari. Setiba di kamar, aku menyuruh
pengawalku memanggil Meisholine, gadis manis yang sebaya denganku dan telah
merawatku sekaligus menjadi sahabatku sejak kecil hingga kini. Aku selalu
mencurahkan isi hati di saat sedih ataupun senang padanya.
“Meisholine,
mereka akan menjodohkanku dengan pangeran Kai. Tapi aku tidak mencintainya”
ujarku lirih dengan berderai airmata, aku memeluknya erat. Aku sudah
menganggapnya seperti kakak, ya…karena umurnya lebih tua beberapa bulan dariku.
Dia mengusap lembut pipiku yang basah dan memberikan senyuman terbaiknya
padaku. Aku membalas senyumnya.
“Kamu
temukan saja dulu dia. Mungkin saja dia benar jodohmu. Kalau kamu merasa tidak
cocok, kamu bicarakan baik-baik dengan orangtuamu, tuan putri” ujarnya tegas,
aku mempertimbangkan. Aku selalu menyutujui dan mengikuti setiap nasihat
darinya, karena menurutku di istana se-megah ini hanya dia lah yang paling bisa
mengerti aku. Aku kembali memeluk Meisholine, aku mengangguk padanya tanda
setuju. Meisholine tersenyum senang padaku. Aku berlari keluar kamar, tersenyum
kepada kedua ksatria yang dengan setia menjaga pintu depan kamarku., mereka
membalasnya dengan anggukkan kepala. Satu demi satu anak tangga ku lewati
dengan riang. Setiba dihadapan orangtuaku, mereka menatapku dengan heran.
Aku menarik mereka berdua menuju
taman depan istana.
“Ayahanda, ibunda. Setelah Clarinda
fikir, aku ingin mengenal lebih jauh dulu sosok pangeran Kai”
“Sungguh, putriku?” Tanya
ibundaku senang.
“Tapi dengan satu syarat” ujarku
pada mereka sambil tersenyum misterius. Mereka mengerutkan kening sambil
menatapku.
“Kalau aku merasa tidak cocok
dengannya, jangan paksa aku untuk menikah dengannya. Bagaimana?” mereka saling
bertatapan. Sepertinya sedang mempertimbangkan. Aku setia menunggu keputusan
mereka. Dengan kompak, mereka saling mengangguk setuju. Aku tersenyum senang
lalu memeluk erat mereka berdua. Setelah mencium pipi mereka, aku kembali ke
kamarku untuk memberi kabar terbaru ke Meisholine.
×××
Di kerajaan Mentari, orangtua
pangeran Kai juga memberi kabar yang sama pada anaknya. Bedanya dia sangat
mendukung perjodohan ini, sedangkan aku tidak begitu mendukung.
“Benar, ayahanda? Clarinda teman
mainku semasa kecil dulu?”
“Iya, anakku. Lusa kita akan
berkunjung ke kerajaannya. Untuk mempertemukan kalian” ujar ayahandanya dengan
senyum bahagia sembari merangkul anak tercintanya. Kerajaan Mentari adalah
kerajaan terbesar urutan ketiga di negri ku ini. Kerajaan terbesar nomor satu
adalah kerajaan Permadan, keluargaku berteman cukup baik dengan mereka.
Setahuku, Raja dan Ratu nya hanya memiliki satu putra sebagai penerus kerajaan
mereka tetapi anak semata wayangnya itu hilang entah kemana saat berumur 10
tahun dan kini 14 tahun sudah mereka terus mencari keberadaannya.
“Terima kasih, ayahanda. Sejak
dulu aku sudah menyukainya. Aku jadi tidak sabar menunggu lusa” ujarnya
bahagia.
“Iya, sayang. Bunda ikut senang”
“Tapi, aku tidak ingin mendengar
penolakkan dari bibirnya, bunda” ujarnya dengan raut wajah yang sudah berubah
menjadi melas.
“Kamu tidak perlu khawatir,
anakku. Percayakan semuanya pada bunda” ujar bundanya meyakinkan anaknya.
Pangeran Kai hanya tersenyum simpul lalu keluar istana untuk berkuda seperti
biasa nya.
Di sisi lain, di waktu yang sama.
Aku sedang berjalan di taman sekitar istana. Aku menghirup wewangian dari
bunga-bunga yang sedang bermekaran dengan sangat indahnya. Aku salut dengan
orang-orang yang bertugas merawat taman ini, hasilnya sangat memuaskan.
Meisholine dengan setia mendampingiku kemanapun dan kapanpun aku pergi. Aku
senang dapat mengenalnya.
Setelah puas berkeliling taman,
akhirnya aku dan Meisholine berkuda ke kota. Tanpa pengawalan khusus dari para
ksatria istana, karena ini kemauanku. Kami, 2 gadis istana cukup lihai dalam
urusan berkuda. Aku sebagai seorang putri kerajaan, tetap menjaga wibawaku
dimanapun aku berada. Mahkota selalu melekat di rambut indahku ini. Aku juga
selalu menjaga penampilanku sekalipun aku sedang berkuda. Setiap hari tubuhku
yang kata banyak orang ideal, selalu terbalut gaun cantik, yang di desain
khusus oleh seorang penjahit ternama di negri ku, dan hanya aku lah yang
mempunyainya. Sekalipun gadis kaya yang lain mempunyainya itu juga karena
meniru mode terbaruku saja.
Hari ini aku memakai gaun
berwarna biru langit, kedua kaki ku yang memakai sepatu kaca berwarna senada
yang sangat mengkilap, rambutku dikuncir dengan satu kepangan lalu ujung rambutku
digulung-gulung seperti sosis dan dikesampingkan ke bahu kiri, poniku juga di
miringkan kekiri, dan mahkota ku ditaruh tepat di depan kunciran rambutku. Aku
selalu tampil anggun dan sopan di depan rakyat tercinta ku. Setiba kami disana,
aku turun dari kuda di bantu dengan seorang pemuda tampan. Aku mengucapkan
terima kasih padanya, dia membalasnya dengan senyuman. Saat dia ingin berlalu
dari ku, aku menahan tangan kanannya.
“Boleh aku ikut?” tanyaku tegas
padanya.
“Dengan senang hati, tuan putri” jawabnya.
Aku dan Meisholine mengikuti pemuda tampan itu menuju tempat bekerjanya. Aku
memperhatikannya secara mendetail. Dari ujung kaki sampai ujung kepala, dia
sempurna, dia pantas untuk menjadi seorang pangeran. Lihat saja, jalannya
sangat tegap, terkesan sangat berwibawa. Aku tertarik dengannya, Meisholine
membuyarkan lamunanku. Ternyata kami sudah tiba di tempat tujuan, aku sampai
tidak sadar seperti ini. Aku tersipu malu.
Cukup lama kami berada di kota,
karena aku suka berlama-lama disini. Orang-orangnya sangatlah ramah dan sopan.
Apalagi pemuda tampan itu. Saat kami ingin pulang, di luar hujan lebat. Entah
sejak kapan hujan itu turun. Aku punya ide cemerlang. Aku mengajak Meisholine
bermain hujan, dengan senang hati dia menuruti kemauanku. Kami pulang di iringi
derasnya hujan sampai benar-benar tiba di istana. Saat kami berjalan di ruangan
keluarga menuju lantai atas, orangtuaku memanggil aku. Kira-kira ada apa, ya?
Meisholine segera menyingkir saat
orangtuaku menghampiriku, dia cukup tahu diri orangnya. Sepertinya ada yang
aneh dengan mereka.
“Clarinda, anakku sayang. Nanti
malam kita ke istana Mentari” ujar ibundaku lembut. Ayahanda menatapku lekat,
tidak seperti biasanya.
“Bukannya lusa, ibunda?” tanyaku
heran. Dia tersenyum simpul padaku.
“Dipercepat, sayang. Lebih baik
sekarang kamu siap-siap. Dandan secantik mungkin” ibundaku mengecup keningku
lalu menyuruhku pergi ke kamar, aku hanya menurut. Aneh sekali mereka. Ternyata
Meisholine lebih dulu memilih gaun untukku, dia juga sudah berganti pakaian.
Atau mungkin dia sudah tahu? Entahlah… aku langsung menghampirinya dan bantu
memilih gaun.
“Lebih baik tuan putri
membersihkan diri dulu, baru memilih gaun” Meisholine memberi saran secara
lembut kepadaku, aku menurut.
Malam ini aku tampil istimewa,
karena ini keinginan orangtuaku, aku menurut saja. Aku mengenakan gaun warna
pink, dan sepatu berwarna senada yang sangat mengkilap. Rambutku dibiarkan
tergerai tetapi tetap model gulungan sosis terbentuk di rambutku, ujung rambut
kiri-kananku di satu kan di belakang rambutku lalu di bentuk seperti bunga yang
sedang mekar, not bad. Mahkota tetap bertengger di kepalaku, bagiku mahkota
adalah harga diriku.
Aku berjalan di tangga dengan
gaun bagian belakang ku yang panjang di angkat oleh para pelayanku agar tidak
kotor. Orangtuaku terpana akan kecantikkanku. Kami segera berangkat menuju
kerajaan Mentari untuk memenuhi undangan makan malamnya sekaligus
mempertemukanku dengan Pangeran Kai.
×××
Kami di sambut hangat oleh seisi
istana Mentari. Apalagi saat mereka melihatku, mereka langsung mengagumi akan
kecantikkanku malam ini. Sepanjang acara makan malam, suasana hening, tak ada
yang bicara. Karena ini salah satu aturan di meja makan, tak boleh bicara
apalagi tertawa, pakaian juga sangat diperhatikan saat memenuhi acara makan,
cara duduk, dan bla bla bla…
Seusai makan malam, kami langsung
menuju taman belakang istana, kebetulan malam ini cuaca sangat mendukung. Aku
didorong pelan ke hadapan Pangeran Kai.
“Ayo, sayang cepetan” ujar
ibundanya tidak sabaran. Apa maksudnya, ya? Aku menatapnya heran. Pangeran Kai
mengeluarkan sesuatu dari sakunya.
“Kamu mau kan memakai ini?” Tanya
nya ramah dan tersenyum manis padaku, aku luluh melihatnya. Tanpa meminta
persetujuan orangtuaku, aku langsung mengangguk dan membiarkan dia memakai kan
kalung berlian asli dengan liontin berbentuk matahari padaku. Setelah itu,
alunan nada-nada yang merdu terdengar, dia mengajakku berdansa, aku menurut.
Orangtua kami tersenyum senang melihat kami.
Hari semakin larut, aku dan
orangtuaku pamit pulang. Sebelum memasuki kereta kuda, tiba-tiba saja aku
mendapat satu kecupan hangat dari Pangeran Kai. Aku sangat terkejut, tapi entah
mengapa aku tidak marah padanya. Orangtua kami juga tidak melarang. Perasaanku
tidak enak, ada apa sebenarnya? Aku tersenyum padanya sebelum memasuki kereta
kuda. Kamipun kembali ke istana sebelum semakin larut.
Setiba di istana.
“Putriku, selamat ya” ujar
ayahandaku. Aku tercengang. Selamat untuk apa?
“Selamat kamu sudah menerima
tawaran Pangeran Kai untuk menjadi istrinya” sambung ibundaku. Aku semakin
terkejut.
“Maksudnya?” Tanya ku akhirnya.
Mereka menunjuk kalung yang belum lama ini ku pakai sambil tersenyum.
“Kalung itu sebagai tanda kalau
kamu sudah resmi menjadi tunangannya” jawab ayahandaku.
“Ap..apa? Ayahanda, ini tidak
adil. Perjanjian kita? Aku..aku kan”
“Sudahlah, putriku. Pangeran Kai
sangat mencintaimu, ibunda yakin dia tidak akan menyakitimu” aku menggeleng
lemah. Ada apa dengan mereka?
“Tapi…”
“Tidak ada tapi-tapian, putriku”
sahut ayahandaku. Aku menggeleng, butiran airmata mulai menutup pandanganku. Ku
tutup mulutku dengan kedua tangan, aku melangkah mundur dengan pelan. Ku tatap
nanar mereka berdua.
“Kalian jahat. Kalian sudah
ingkar janji pada Clarinda” aku berlari menuju kamar, tangisku pecah. Aku
segera membaringkan tubuhku ke tempat tidur. Meisholine masuk ke kamarku dan
duduk di tepi ranjang tidur ku, aku merubah posisi menjadi duduk lalu memeluk
erat dia. Dia mengelus pelan punggungku. Aku masih saja menangis.
“Senyum dong. Tuan putri tidak
boleh menangis. Sebaiknya tuan putri istirahat”
×××
Kapan mereka merencanakan tanggal
pernikahanku? Kenapa aku tidak di ikutsertakan? Kenapa ini semua terkesan
buru-buru. Ada apa sebenarnya? Dua minggu lagi aku akan menikah dengan Pangeran
Kai, orang yang belum begitu ku kenal dan aku tidak mencintainya. Lebih baik
aku ke kota, mungkin saja aku bisa lebih tenang disana. Aku memacu kuda
kesayanganku menuju kota. Sekarang aku hanya sendiri, karena Meisholine sedang
mengurus ibunya yang sedang sakit, ibunya juga bekerja sebagai pelayan di
istanaku.
Aku ingin berjumpa pemuda tampan
itu lagi. Aku mendatangi toko nya, dia dan ayahnya membuka toko yang menjual
berbagai macam jenis pedang, mereka juga lah yang menciptakan berbagai jenis
pedang dari yang biasa sampai luar biasa.
“Selamat datang, tuan putri. Ada
yang bisa saya bantu?” sapa ramah ayah pemuda itu. Aku balas menyapanya dengan
senyuman.
“Aku ingin berjumpa dengan anak
lelakimu” jawabku sopan.
Kami sedang berjalan hanya berdua
di taman kota. Banyak yang menatapku penuh kekaguman dan menatap pemuda tampan
ini dengan penuh kecemburuan karena bisa berjalan dengan seorang putri
sepertiku.
“Hamba sangat tersanjung karena
tuan putri ingin berjumpa dengan hamba” ujarnya sangat sopan. Aku sangat
tertarik dengan kepribadiannya. Aku menjelaskan maksud dan tujuanku menemuinya.
Dan aku juga meminta bantuannya untuk menolongku, dia mengerti dan mau
mengabulkan permohonanku. Aku sangat senang, selain tampan, dia juga baik hati.
Sehari menjelang pernikahanku.
Aku, Meisholine, dan pemuda tampan yang bernama Ralan mempersiapkan kereta kuda
dan persiapan lainnya untuk membantuku kabur dari istana besok. Kami
menggunakan 6 kuda, agar dapat melaju sangat kencang. Kami menggunakan kuda masing-masing,
karena tidak dapat berpisah dengan mereka. Dan kuda kami juga tidak ingin
berpisah dengan pasangannya jadi kami ikut sertakan pula pasangan kuda kami,
jadilah 6 kuda yang akan membawa kami pergi jauh dari istana.
Hari yang ditunggu. Aku benar-benar
seperti seorang ratu saja. Sangat dimanjakan dan dijaga ekstra. Temaku hari ini
serba putih. Gaun putih, sepatu putih, dan aksesoris lainnya yang serba putih,
aku juga memakai kalung pemberian Pangeran Kai. Tak hentinya aku bercermin.
Hari ini aku benar-benar cantik sekali, lebih dari biasanya. Andai pangeran
yang menantiku adalah belahan jiwaku, pasti aku akan berbahagia hari ini tetapi
itu tidak mungkin terjadi. Aku mencari ide agar aku tinggal sendiri di kamar
dan dapat melarikan diri.
Ralan sudah siap dengan kereta
kuda kami. Dan Meisholine beralasan ada teman lama yang ingin sekali berjumpa
dengannya dan dia harus menemuinya kalau tidak datang akan terjadi sesuatu
padanya. Aku sudah menyiapkan ikatan selimut yang banyak sehingga dapat terurai
panjang sampai ke bawah untuk aku turun nanti. Aku juga sudah bekerjasama
dengan pemanah jitu, yang ku sewa dengan bayaran yang cukup besar, mereka sudah
bersiap dibawah untuk memanah para pengawal yang dikirim dari kerajaan Mentari.
“Bisa tinggalkan aku sendiri? Aku
butuh ketenangan” ujarku pelan seolah-olah tak sampai hati mengucapkan itu
kepada mereka ditambah dengan senyuman malu-maluku. Mereka mengerti dan
menuruti keinginanku. Aku tersenyum senang dalam hati. Sayang juga sih
sebenarnya meninggalkan istana ini, apalagi meninggalkan kamarku. Kamar ini kan
kamar paling besar di antara yang lain. Tapi ini pilihanku, aku harus segera
pergi. Aku memberi tanda pada pemanah yang ku sewa kalau aku sudah siap untuk
turun.
Aku segera melompat turun dan
langsung berlari secepat mungkin. Susah juga ternyata lari menggunakan gaun seperti
ini, tapi aku harus tetap berjuang. Demi masa depanku. Ayo Clarinda…kamu pasti
bisa. Aku terus menyemangati diriku sendiri. Biarlah dandananku ini akan
berantakkan, yang penting aku terbebas. Setelahku berada di dalam kereta kuda.
Kami langsung melesat dengan sangat cepat menuju hutan.
“Tuan putri Clarinda. Bukannya
hutan ini berbahaya? Konon kata ibuku pernah ada dua orang anak lelaki yang
hilang di hutan ini” Tanya Meisholine padaku. Aku masih beristirahat,
memejamkan mataku karena terlalu lelah berlari tadi. Aku membuka mata dan
menatapnya dalam.
“Itu semua tidak benar. Percaya
padaku” jawabku dengan penuh keyakinan. Kami terus melanjutkan perjalanan tanpa
beristirahat. Sampai kami tiba di suatu tempat yang sangat asing.
×××
“Tuan putri hilang” teriak para
pelayanku saat mengetahui aku sudah tidak ada di kamar. Aku sengaja membuat
kamarku berantakkan agar mereka mengira aku telah di culik, aku juga telah
membuat surat untuk lebih meyakinkan.
Orangtuaku membaca surat yang
berada di atas meja riasku dengan seksama.
Maaafkan
saya Raja dan Ratu, saya telah lancang menculik tuan putri Clarinda. Karena
saya tidak rela jika tuan putri menikah dengan orang lain.
Orangtuaku sangat marah setelah
membaca surat tersebut. Mereka mengerahkan sebagian pasukan untuk mencariku.
Mereka menelusuri seluruh daerah Negri Awan, kecuali hutan terlarang ini.
×××
“Kita dimana?” tanyaku pada Ralan
setelah ku keluar dari kereta kuda. Aku masih dengan gaun pengantinku. Dia
hanya menggidikkan bahunya. Aku memberanikan diri berjalan lebih jauh ke depan
sana. Ralan dan Meisholine mengekor di belakang, aku sengaja membiarkan para
kuda beristirahat. Aku sangat terkejut setelah keluar dari hutan, pandangan
yang sangat tidak biasa terpampang jelas di hadapanku.
Aku terus saja berjalan tanpa
menoleh kanan dan kiri. Berbagai teriakkan ku dengar dan suara bising lainnya
yang sangat asing bagiku. Dan tiba-tiba saja sesuatu yang berbodi besar menabrakku,
tidak terjadi apa-apa padaku tetapi kakiku sangat sakit. Dua orang pemuda
tampan datang menghampiriku, yang satu tersenyum padaku dan yang satu nya lagi
tidak.
“Lo gak apa?” Tanya pemuda murah
senyum itu.
“Kakiku sakit” jawabku jujur
dengan tanganku yang masih memegang kakiku ini.
“Gue anter ke rumah sakit
terdekat” dia langsung saja mengangkatku tanpa meminta izin terlebih dulu.
Ralan menahannya saat ingin membawaku pergi.
“Tolong turunkan..” peringatannya
pada pemuda ini terhenti saat melihat tatapan tajam mataku yang mengisyaratkan
agar tidak berucap macam-macam. Pemuda ini mengangkat sebelah alisnya menunggu
kelanjutan peringatan Ralan tadi. Dia semakin terlihat tampan dengan wajah yang
seperti itu. Ralan hanya menggeleng.
“Lo berdua saudaranya atau teman?
Udah ikut aja, ayo” dia mengajak Ralan dan Meisholine juga. Aku sedikit lega,
setidaknya kalau terjadi apa-apa padaku ada mereka yang akan membantu. Pemuda
itu terus memperhatikanku sedangkan temannya tidak sama sekali, melirikku saja
tidak. Apa aku kurang cantik?
Setibanya kami yang katanya
bernama rumah sakit, pemuda itu kembali mengangkatku. Dia kembali tersenyum
padaku, aku suka melihatnya. Di kedua pipi nya terlihat beda saat tersenyum,
hidungnya sangat mancung. Kulitnya putih, matanya berwarna coklat terang. Dia
sangat tampan.
×××
“Gimana kabar lo? Baikan?” Tanya
nya setiba di kamar tempatku istirahat, dia menaruh seranjang buah dan
memberikanku sebuket bunga mawar putih. Aku sangat suka.
“Thanks. Iya, katanya dok..dokter
besok aku bisa pulang. Tapi..” aku menunduk dalam. Dia duduk tepat di
sebelahku. Dia mengangkat daguku pelan dan menatap dalam mataku yang berwarna
biru ini. Aku cukup tertegun. Dia mengingatkanku akan sosok pangeran yang
sering hadir di mimpi ku, atau mungkin…
“Tapi apa? Bilang aja ke gue
kalau ada yang ganjal di hati lo” ujarnya lembut.
“Tapi disini aku tidak punya
tempat tinggal. Aku juga tidak mengenal siapapun disini” jawabku pelan.
“Sungguh?” aku mengangguk. Dia
tersenyum lagi padaku. Dia menggenggam erat tanganku dan kembali menatap dalam
mata ku.
“Kalau gitu, lo tinggal aja di
rumah gue selama yang lo mau” ujarnya dengan tulus padaku. Tawaran yang sangat
bagus. Dia melanjutkan tawarannya.
“Engga boleh nolak” aku tertawa.
“Aku tidak akan menolak” sahutku.
Aku masih saja tertawa, entah mengapa aku merasa nyaman di dekatnya. Temannya
yang dingin itu datang menghampiriku.
“Ohiya, kenalin gue Abaynda Jiwa,
panggil aja Abay. Ini sohib gue, Tandy Sebastian, panggil aja Ebas” pemuda
tampan di hadapanku memperkenalkan diri padaku. Aku juga memperkenalkan diriku
dan teman-temanku.
“Aku Candy. Ini sahabatku Olive
yang tidur itu Rando” ujarku sambil tersenyum. Dia juga tersenyum. Tampan
sekali.
×××
Sudah hampir sebulan kami tinggal
di rumah Abay dan selama itu pula aku banyak belajar tentang negri yang asing
bagi kami ini. Rumah Abay sangat besar, awalnya ku kira ini istana sama seperti
tempat tinggal ku di negri Awan sana, ternyata aku salah. Rumahnya sangatlah
nyaman, aku jadi ingin tinggal lebih lama disini. Sekarang aku sedang duduk di
pinggir kolam renang dengan kaki yang bermain-main di dalamnya, di pangkuanku
ada Mochie, kelinci putih yang tempo hari dibelikan Abay spesial untukku. Rando
mengagetkanku sehingga aku tersadar dari lamunanku. Aku memukulnya pelan. Dia
ikut duduk di sampingku.
“Ada apa, tuan putri? Melamun
saja” dia membuka pembicaraan. Walaupun sekarang kami berada di tempat baru dan
sangat asing, Ralan dan Meisholine tetap menghargaiku sebagai seorang putri
raja. Aku tersenyum simpul sebelum menjawab pertanyaannya.
“Aku merindukan mereka. Setelah
ku fikir, pilihanku sangatlah salah. Aku selalu di kejar-kejar rasa bersalah.
Bahkan aku bermimpi kalau ayahanda sakit keras. Aku…” aku tidak sanggup lagi bicara,
hati ku terasa sesak setiap kali membicarakan ini. Aku menangis, aku sangat
merasa bersalah. Ku elus bulu putih nan halus milik Mochie. Ralan yang kini
berubah nama menjadi Rando, tidak bicara lagi. Dia mengerti bagaimana
perasaanku sekarang, karena dia juga dilanda rasa yang sama.
Abay datang menghampiri kami dan
mengajak kami masuk ke dalam untuk istirahat, karena hari semakin larut dan
dingin. Besok dia dan temannya akan mengajak kami berlibur ke pantai, dia
menjamin kalau kami akan menyukainya. Kami juga akan menginap di villa dan
katanya villa itu milik keluarga Ebas. Aku tidak sabar menunggu besok, aku
berharap dengan liburan ini bisa membuatku untuk sementara melupakan rasa
bersalahku ini. Aku dan Meisholine telah mempersiapkan semuanya untuk besok.
Aku sengaja menutup semua identitasku, kami yang berasal dari negri Awan, aku
yang seorang putri Raja, Meisholine yang kini bernama Olive adalah pelayan
setiaku, dan Rando yang hanya seorang pembuat pedang.
Keesokkan harinya. Pagi-pagi
sekali, aku dan Olive telah siap untuk berangkat. Dan para cowoknya juga sedang
memasukkan barang-barang ke dalam mobil. Ternyata waktu itu yang menabrakku
dengan bodi besar, namanya adalah mobil, di negriku tidak ada barang itu jadi
wajar saja kalau aku tidak tahu.
“Candy? Hari ini lo cantik
banget. Gue punya sesuatu buat lo” Abay mencari sesuatu di dalam tas kecilnya
dan mengeluarkan sesuatu yang sangat cantik. Dia memakaikan aku kalung
berliontinkan hati. Aku sangat tersanjung. Kami pun segera bertolak menuju pantai.
×××
Aku sangat senang, pemandangannya
sangatlah bagus. Laut yang terbentak luas dengan deburan ombak, aku berlari
dengan riang, bermain pasir dan berputar-putar. Mereka memperhatikanku yang
sangat riang ini. Olive dan Rando aku tarik untuk ikut bermain denganku. Kami
bertiga sangat senang, kami bermain air laut, sampai baju kami basah kuyup.
Abay dan Ebas menghampiri kami. Mereka mengajak kami untuk makan siang. Villa
nya juga sangat nyaman. Suasana yang sangat mendukung. Saat aku sedang berjalan
di tangga, kakiku tersandung dan hampir saja terjatuh ke lantai. Untung Ebas
menolongku, kami saling berpandangan cukup lama, matanya berwarna biru sama
sepertiku. Melihatnya mengingatkanku pada seseorang. Pikiran kami kembali ke
kehidupan nyata, kami melepaskan pegangan masing-masing.
“Thanks” ujarku sedikit kikuk.
Kelihatannya dia juga gugup, jadi salah tingkah seperti itu.
“Lain kali hati-hati” ujarnya
mengingatkan, aku hanya mengangguk. Dia berlalu dari hadapanku dengan kedua
tangan dimasukkan ke saku celana pendeknya. Kehidupan disini dengan di negri ku
berbeda 1800, disana aku sangat dihormati dan di sanjung-sanjung.
Tetapi disini aku sederajat dengan yang lainnya, tidak ada predikat tuan putri
disini. Hanya kecantikkanku yang tetap disanjung banyak orang, itu yang ku
suka. Setelah makan malam, aku duduk di pantai dengan beralaskan kain pantai
yang tadi ku bawa. Malam ini aku memakai dress pantai dengan panjang sampai
mata kaki berwarna biru langit. Aku tidak memakai mahkota seperti biasanya,
awalnya memang tidak biasa tapi lama kelamaan aku mulai terbiasa. Aku
menggantinya dengan bandana berwarna senada.
Ku tatap nanar deburan ombak dan
angin yang menerpa wajahku serta membuat rambut panjangku yang terurai
bergoyang-goyang. Ku peluk lututku, ku taruh daguku di lutut kanan. Ada
seseorang yang menenggerkan jaketnya di bahuku bermaksud melindungi badanku
dari dinginnya angin malam, sebenarnya dari tadi aku memang kedinginan karena
dress yang ku pakai hanya bertalikan tipis di bagian bahu. Dia duduk di
sampingku. Aku menoleh, ternyata Ebas.
“Cewek engga boleh keluar malem”
katanya dingin tanpa ekspresi dan tidak menatapku. Aku tetap memperhatikannya.
“Kenapa?” tanyaku.
“Ntar masuk angin” jawabnya
singkat, membuatku tertawa geli. Ku kira serius ternyata hanya bercanda. Dia
menoleh juga ke arahku, aku masih tertawa. Gantian aku yang tidak menatapnya.
“Masuk yuk, udah malem” ajaknya.
Kami bangkit berdiri, saat ingin mengambil kain pantai tanpa sengaja tangan
kami saling bertemu. Tangannya berada di atas tanganku, berbarengan kami angkat
kain itu. Kami saling bertatapan., dia melepas genggamannya pada kain pantai
milikku. Kami berjalan menuju villa tak jauh dari pantai.
“Ini jaket kamu” aku ingin
melepas jaket milik Ebas tetapi dia melarang.
“Pake aja. Gue engga kedinginan
ini” sahutnya. Sejak pertama bertemu dia, belum sekalipun aku melihatnya
tersenyum apalagi tertawa. Bagaimana ya caranya membuat dia tersenyum. Nanti
saja deh mikir nya kalau sudah tiba di villa.
×××
Keesokkan pagi nya, aku berjalan
dengan Abay, hanya berdua. Banyak yang kami bicarakan, dia sangat berbeda jauh
dengan Ebas. Dia selalu tersenyum dan mudah tertawa. Aku merasa aman berada di
dekatnya. Dia memanggil namaku, membuat aku menoleh ke arahnya.
“Waktu pertama kita ketemu, lo
kan pake gaun nikahan tuh. Lo kabur dari penikahan, ya?” Tanya nya. Membuat aku
tertegun.
“I..iya. Aku tidak mencintainya.
Kami dijodohkan” jawabku. Tanpa ku sangka dia mengelus rambutku dan
merangkulku.
“Yaudah, engga usah sedih gitu.
Jalan lagi, yuk” kami melanjutkan perjalanan. Ternyata dari tadi, tanpa kami
sadari Ebas mengikuti di belakang dan menatap tajam Abay. Sepanjang perjalanan
kami saling bertukar cerita dan sekali-kali tertawa. Aku beruntung bisa kenal
dia, dia sangat baik dan bisa menuntun ku dengan penuh kesabaran dalam
mempelajari apa-apa saja yang tidak ku ketahui.
Di sisi lain. Pangeran Kai tetap
bersikeras mencariku, dia nekat memasuki hutan terlarang dan tiba di tempat
yang sama denganku, di kota yang sangat asing. Dia tercengang melihat keramaian
dan suara bising. Dia terus mencariku tanpa letih. Dengan pakaiannya bak
ksatria nyasar dari negri antahberantah, dia menjadi tontonan orang-orang.
Bahkan ada anak kecil yang ingin berfoto dengannya. Katanya penampilan dan
wajah pangeran Kai mirip dengan pangeran yang ada di kartun Barbie.
Sedangkan aku yang masih berlibur
dengan teman-temanku tidak mengetahui kedatangannya. Aku yang sedang asik
bernyanyi di iringi petikkan gitar Rando di balkon villa dan Olive yang sedang
membaca majalah fashion. Di luar, cuaca cukup panas. Aku menyanyikan lagu nya
Miley Cyrus – My Heart Beats For Love.
I'm Not To Cross This Battle Field
I'm Screaming Out, Can You Hear Me Now?
I'm Holding On, I Stand My Ground
I'm Screaming Out, Can You Hear Me Now?
I'm Screaming Out, Can You Hear Me Now?
I'm Holding On, I Stand My Ground
I'm Screaming Out, Can You Hear Me Now?
My Heart Beats For Love, My Heart Beats For Love
It's The Sound That I Hear, Tells Me Not To Give Up
It Breathes In My Chest And It Runs Through My Blood
My Heart Beats For Love, My Heart Beats For Love
Seusai ku bernyanyi, mereka yang mendengar bertepuk
tangan. Ebas yang sempat mendengar sedikit, juga ikut bertepuk tangan.
“Mau jalan denganku, princess?” Tanya nya ramah
dengan sedikit membungkuk dan mengulurkan tangannya padaku. Gerakkannya sama
persis dengan para lelaki yang ada di negri ku jika sedang mengajak seorang
perempuan untuk berkencan atau berdansa dengannya. Aku masih bergeming, Rando
menyenggol pelan lutut ku dengan gitarnya, membuatku tersadar. Aku menyambut
uluran tangannya sambil tersenyum manis.
“Dengan senang hati, prince” tadinya aku ingin
berganti pakaian tapi dia melarang, katanya mau pakai baju apapun aku tetap
terlihat cantik. Ini pertama kali nya dia memujiku, aku tersipu malu. Akhirnya
aku hanya mengambil topi dan tas kecil yang hanya berisikan dompet dan HP
pemberian Abay. Ternyata Ebas telah menyewa mobil untuk perjalanan ke kota.
Sepanjang perjalanan hanya alunan lagu Barat yang meramaikan suasana. Bosan
juga rasanya. Aku matikan tape nya dan aku menyanyi kan sebagian lirik lagu Love
Me – Justin Bieber.
Love me, love me, say that you love
meFool me, fool me, oh how you do me
Kiss me, kiss me, say that you miss me
Tell me what I wanna hear, tell me you love me
People try to tell me, but I still refuse to listen
‘Cause they don’t get to spend time with you
A minute with you is worth more than a thousand days without your love
Oh your love, oh
Ebas menoleh mendengar aku menyanyi.
“Kenapa? Suaraku jelek, ya?”
tanyaku ragu. Dia menggeleng, tersenyum padaku, dan mengelus kepalaku lembut.
Ini yang ku tunggu, aku ingin melihat Ebas seperti ini dan keinginanku
terwujud. Benar juga apakata Olive kalau apa yang ku inginkan selalu terwujud,
aku benar-benar beruntung. Aku ikut tersenyum melihat Ebas.
“Kapan-kapan kita duet, gimana?” tawarnya padaku.
“Bisa dicoba” setelah menempuh
perjalanan yang cukup lama, akhirnya kami tiba di tempat tujuan. Ebas
membukakan pintu mobil untukku. Kami jalan beriringan dan tanganku di genggam
Ebas, aku sangat terkejut. Dia mengajakku ke suatu toko yang menjual aksesoris
cewek. Dia menyuruhku memilih barang apa saja yang aku suka dan dia yang akan
membayarnya. Aku manfaatkan kesempatan itu, aku juga membelikannya untuk Olive.
Setelah keluar dari toko tersebut, kami kembali berjalan, dan aku berhenti saat
melihat ada yang menjual mahkota Raja dan Ratu, aku tertarik.
Aku mengambil satu mahkota dan ku
pakai di kepalaku lalu ku ambil satu lagi dan ku taruh di kepala Ebas.
Orang-orang yang berlalu-lalang memperhatikan kami berdua, bahkan seorang anak
perempuan dan ibu nya datang menghampiri kami berdua. Ada yang aneh dengan
kami? Pakaian kami wajar, aku memakai short dress tanpa lengan warna putih dan
sepatu widges berwarna senada, ditambah aksesoris gelang dan jam. Sedangkan
Ebas, seperti biasa memakai kaus warna putih, celana levis panjang, dan sepatu
reebok casual warna putih, ditambah aksesoris jam ditangan kirinya.
“Kakak cantik sekali, seperti
seorang putri raja atau tidak seperti Barbie” ujarnya tulus sambil memberikan
sebatang bunga mawar merah yang sangat harum. Aku berlutut di depannya, agar
tinggi kami sejajar. Ku elus penuh kasih kepalanya. Aku sangat tersanjung
mendengar pujiannya.
“Thanks, little princess. Kamu juga cantik”
“Tapi mataku tidak berwarna biru seperti kakak, atau
kakak pakai…”
“Tidak, sayang. Ini mata asli, tidak di rekayasa”
aku bangkit berdiri.
“Boleh foto bersama?” Tanya ibunya pada kami.
“Of course” jawabku dengan
girang. Kami pun berfoto. Saat melihat hasilnya di layar kamera, ibu itu
berujar sehingga membuat kami terkejut tapi tetap tersenyum malu-malu.
“Serasa foto dengan sepasang
Putri dan Pangeran. Kalian sangat serasi. Kalian sepasang kekasih?” Ebas
merangkul ku dan mengangguk sambil tersenyum sangat manis, membuat para cewek
yang tadinya hanya melihat jadi datang menghampiri kami tuk minta berfoto juga.
Aku cukup tertegun melihat reaksi mereka serta melihat pengakuan palsu dari
Ebas barusan.
“Iya, benar sekali. Bahkan kami
sedang merencanakan acara pernikahan. Iya, kan, my princess?” senyuman dan
tatapan matanya membuatku luluh, aku mengangguk juga akhirnya.
“Selamat, ya. Semoga semuanya
berjalan dengan lancar. Amin” kami berdua juga mengaminkan doa ibu itu barusan.
“Kakak… Kalian berdua cakep
sekali. Seperti Barbie dan Pangerannya yang berasal dari negri dongeng” Ebas
mengucapkan terima kasih kepada gadis kecil itu dan gadis itu pamit lalu pergi meninggalkan
kami. Aku hanya bisa gigit bibir mendengar penuturan gadis kecil itu, negri
dongeng? Tepat, aku memang berasal dari negri dongeng, negri Awan yang sangat
ku cinta. Mereka yang sedaritadi hanya memperhatikan kami, sekarang berani
mengajak kami berfoto bersama, serasa artis saja begitu yang ku dengar dari
mulut Ebas.
Kami melanjutkan perjalanan. Kami
masih bergandengan tangan sepanjang perjalanan. Saat aku sedang duduk di bawah
pohon yang rindang, Ebas mendekatiku dengan 2 kaleng softdrink. Dia menaruh 2
kaleng itu di sampingku, dia bertanya padaku dengan ekspresi serius.
“Candy, boleh ngomong sesuatu?”
aku mengangguk. Dia berlutut di depanku, for what?
“Will you be my girlfriend?”
Tanya nya serius padaku sambil menggenggam kedua tanganku. Aku menatapnya tidak
yakin. Memang sih selama ini kami saling curi-curi pandang. Kalau aku sedang
butuh bantuan, Ebas selalu ada. Dia juga pernah menjaga ku saat aku sakit demam,
sampai dia tidak tidur semalaman. Diam-diam dia sering menaruh bunga mawar,
coklat, dan surat cinta di depan kamarku. Aku mengetahuinya dari Olive dan
Rando, mereka tanpa sengaja sering memergoki Ebas. Dan yang lebih bikin aku
tertarik lagi dengannya, dia pernah menolongku dari para pemuda berandal yang
ingin macam-macam denganku. Dia dengan sabar menanti jawabanku.
Aku menarik tanganku dari
genggamannya lalu bangkit berdiri dan membelakanginya, dia terkejut. Aku
menggeleng lemah.
“Sorry, I can’t refuse” ujarku
yang membuatnya patah semangat seketika.
“I will be your girlfriend”
lanjutku sambil memutar badanku sehingga menghadapnya. Dia tersenyum lega.
“Serious?” aku tersenyum. Dia
berlari ke arahku, kemudian mengangkatku dengan sangat riang. Aku menjerit
kaget. Dia teriak senang, aku juga tidak mau kalah. Setelah aku menginjakkan
kaki di tanah lagi, dia menciumiku. Kening, pipi kanan-kiri, dagu, minus bibir.
Dia memberikanku satu boneka teddy bear coklat besar sekali.
Kami pulang dengan senyuman
tersungging di wajah. Kami tidak bisa menutupi kebahagiaan ini.
×××
Sudah puas berlibur, kami kembali
ke kota yang penuh dengan aktivitas. Hari ini Ebas sangat sibuk di kantornya.
Dia pewaris tunggal keluarga Cakra Agung, pemilik restaurant ternama di kota
ini bahkan restaurantnya sudah membuka sekian cabang dan sampai ke berbagai
Negara. Aku sudah di perkenalkan dengan keluarganya, mereka menerimaku dengan
sangat ramah. Mereka juga menyetujui hubunganku dengan Ebas. Kami sangat lega.
Semenjak aku mengumumkan kalau
aku dan Ebas resmi pacaran, secara perlahan Abay seperti menjauh dariku. Aku
tidak tahu apa alasannya. Apa dia cemburu? Nanti malam Ebas akan memberikan
kejutan lagi untukku. Dia memang paling bisa membuatku tersenyum senang.
Malamnya.
Ternyata kejutannya adalah candle
light dinner, aku senang sekali. Malam ini juga dia memberikanku cincin.
Dipakaikannya cincin itu dijari manis kiri ku. Tidak lupa dikecup penuh kasih
tanganku. Aku tersipu malu. Dia mengajakku berdansa. Saat aku berputar, aku
melihat seorang pelayan yang wajahnya sangat mirip dengan Pangeran Kai. Aku
berhenti berdansa, ku perhatikan pelayan itu. Dia juga menatapku lekat dan
mengedipkan matanya padaku, senyuman sinis tersungging di bibirnya.
“Honey, we must go home now” aku
mengambil dompetku dan menarik Ebas keluar restaurant. Sepanjang perjalanan,
aku hanya diam. Apakah yang ku lihat itu benar? Ebas memegang tanganku.
“What happen with you, my
princess?” Tanya nya dengan tatapan cemas. Aku menggeleng dan tersenyum
dipaksakan.
“Kalau ada masalah cerita aja ke
aku” aku sandarkan kepalaku di bahu kirinya.
“Aku baik-baik saja kok, honey”
ujarku berdusta. Dia melajukan mobilnya lebih cepat agar cepat tiba di rumah.
×××
Aku, Olive, dan Rando pergi
berkeliling kota. Ada sesuatu yang ingin di beli Rando. Kami pun berpencar, aku
dengan Olive jalan kemana saja kami suka, sedangkan Rando melangkah ke tempat
tujuan. Aku mendengar alunan indah yang sangat mendukung untuk menari balet.
Aku pernah menonton ballerina menari dengan lincahnya di atas panggung dan aku
mempelajari tariannya. Kebetulan hari ini aku memakai sepatu yang lentur.
Aku mulai menari. Berdiri hanya
dengan ujung kaki, berputar-putar, melompat kesana-kemari. Rambutku tergibas
dengan cantiknya. Banyak orang yang menonton penampilanku dan memuji
kecantikkanku. Mereka bilang aku seperti bidadari yang turun dari kayangan, postur
tubuhku yang ideal, rambut coklatku yang panjang tergerai dengan indahnya,
mataku yang berwarna biru, bulumataku yang lentik, hidung mancung, kulit putih
bersih, dan gerakkan tubuh ku yang sangat lentur. Short dress yang ku kenakan
saat ini, bagian bawahnya ikut menari-nari sesuai dengan gerakanku. Tiba-tiba
saja tubuhku terangkat tinggi. Ku rasa ada seseorang yang memegang pinggangku.
Aku fikir ini Ebas, aku terus menari dengan mata yang tertutup.
“Sewaktu kecil kita pernah dansa
bersama, kan, tuan putri?” suara itu, sontak aku membuka mataku. Pangeran Kai…
“Are you remember me?” Tanya nya.
Aku sangat speechless. Aku mencoba melepaskan pelukkannya tapi terlambat, dia
sudah mengepungku saat aku sedang tidak menyadarinya. Tidak hanya aku, Olive
juga sangat terkejut, kenapa dia bisa sampai kesini juga?
“Apa yang kamu inginkan, pangeran
Kai?” aku memberanikan diri bertanya padanya. Dansa terus berlanjut, agar
orang-orang yang menonton tidak mencurigai kami.
“Kamu, tuan putri” jawabnya.
“Aku sudah menemukan kekasih
hatiku” ujarku tegas padanya sambil menatap tajam tepat di manik matanya.
“Ohya? Tapi tidak akan bertahan
lama, karena aku tidak akan tinggal diam. Lihat saja nanti, tuan putri” aku
menunduk mendengar penuturannya. Dia kembali mengangkatku dan mengakhiri
tariannya. Aku segera menghampiri Olive setelah pangeran Kai meninggalkanku.
Rando langsung berlari menuju
café dimana aku dan Olive berada setelah mendengar kabar kalau pangeran Kai
juga ada disini.
“Hai… sorry agak telat. Tuan
putri, kenapa bisa ketemu dia?” Tanya Rando setibanya dan duduk di dekatku.
Olive mengisyaratkan agar dia diam saja. Aku takut sesuatu akan terjadi dengan
hubunganku dan Ebas. Aku memegang cangkir yang berisikan cappuccino tetapi
belum ku teguk sedikitpun isinya. Aku masih saja bergeming.
“Tuan putri, lebih baik kita
pulang saja, ya?” aku mengangguk pasrah.
×××
Aku menatap nanar langit yang
penuh dengan bintang-bintang yang bergemerlapan. Aku ingat, dulu saat berlibur
aku dan Ebas pernah menghitung bintang di langit, dia memelukku dari belakang
dan mencium pipi kiri ku, membuatku terkejut. Aku berlari riang di pantai dan
bintang-bintang di langit sebagai saksi kalau kami saling mencintai. Aku
tersenyum getir. Butiran airmata keluar begitu saja, aku membiarkannya terus mengalir
dengan derasnya. Kini pipiku telah basah karena airmataku.
“Princess, are you okay?” Tanya Ebas.
Ku hapus airmata di pipi. Dia menatapku khawatir.
“Ya, aku tidak apa. Kamu kapan
datang?”
“Jangan berdusta, Candy. Aku
datang sejak setengah jam yang lalu saja kamu tidak menyadarinya”
“Aku sungguh baik-baik saja. Aku
istirahat dulu, ya. Bye” aku pergi meninggalkan Ebas begitu saja tanpa
menciumnya seperti biasa.
×××
Ebas yang sedang sibuk memeriksa
proposal pemberian sekretarisnya tadi pagi terkejut ketika ada seorang wanita
yang masuk begitu saja ke ruangannya tanpa permisi dan dengan pakaian yang
begitu minim.
“Maaf, pak. Tadi saya sudah
melarangnya, tapi dia tetap saja….” Sekretarisnya memberikan penjelasan.
“Tidak apa. Lanjutkan saja
pekerjaanmu. Dan kamu silahkan duduk” sekretarisnya menutup pintu dan wanita
itu duduk di hadapannya.
“Ada yang bisa saya bantu?” Tanya
Ebas. Wajah wanita itu berubah total, jadi memelas.
“Bisa bicara diluar kantor? Tidak
enak kalau bicara disini” Ebas mempertimbangkan. Dia menyetujuinya juga. Mereka
pergi ke salah satu café tak jauh dari kantor Ebas.
Wanita itu duduk di sebelah Ebas
dengan mimik muka yang serius didukung dengan tangisan dia berkata.
“Kekasihmu sedang dalam masalah”
Ebas sedikit terkejut.
“Maksudmu?” wanita itu terdiam
sejenak.
“Ya, kamu ingat kita pernah
bertemu?” Ebas mencoba mengingat. Kemudian dia mengangguk.
“Aku di bayar sama Kanzi. Untuk
menghancurkan hubungan kalian. Sebenarnya dia itu…”
“Arithmen Kanzi? Dia siapa? Atau
dia yang menyebabkan Candy berubah drastis akhir-akhir ini?” Tanya Ebas heboh.
Wanita itu mengangguk takut.
“Iya. Aku juga yang mengirimkan
foto-foto palsu pada kalian. Aku juga yang telah mengirimkan sms untuk Candy
dari HP mu. Kalian bertengkar, itu semua karna aku. Maafkan aku” Ebas tidak
tahu lagi harus berbuat apa. Dia menyadarkan punggungnya di sofa. Wanita itu
menangis pelan sambil menunduk dalam.
“Sekarang masalah apa yang lagi
di hadapin Candy?” Tanya Ebas serius.
“Aku juga gak tahu. Kanzi cuma
bilang hari ini dia akan berjumpa dengannya” Ebas berlari cepat keluar café,
wanita itu mengekor di belakang.
×××
Ebas meneriaki nama Abay
berkali-kali, dia lagi panik tingkat bingung. Dia mencari Abay di seluruh
bagian rumahnya, wanita tersebut ikut membantu. Ada seorang lelaki tegap masuk
dengan santainya ke dalam rumah itu.
“Ebas? Ini kan masih jam kerja.
Lah itu siapa?” Abay bingung sendiri.
“Candy mana?” Abay mengangkat
bahu, tidak tahu. Ebas mengacak kesal rambutnya.
“Gimana sih, Candy pergi aja lo
gak tau?! Dia lagi dalam masalah, bay” Ebas kembali berlari menuju mobil,
wanita itu mengekor lagi, dan kini Abay juga ikut menjadi ekor. Ebas langsung
menancap gas mobilnya, menyetir ugal-ugalan, tidak seperti biasa nya.
×××
Perlahan ku kerjap-kerjapkan mata
indahku. Pusing yang maha dahsyat menyerang kepalaku. Aku merasa asing dengan
tempat ini.
“Welcome to our new house, my
princess” ujar Pangeran Kai dengan senyum sinis yang tersungging. Aku sangat
terkejut.
“Apa maksudmu melakukan ini
padaku? Kamu sudah keterlaluan. Ingat, aku ini Tuan Putri” sahutku ketus. Dia
jahat, tega sekali mengikatku seperti ini.
“Karena itu, Tuan Putri harus
menikah dengan Pangeran bukan dengan orang kota yang kita sendiri tidak tahu
asal-usulnya” jawabnya santai. Aku menggeleng tidak percaya melihat Pangeran
seperti ini, tidak pantas. Aku terus mencoba melepas ikatan. Dia hanya
memperhatikanku dengan iba, aku tidak sanggup lagi, akhirnya aku mengalah dan
menangis.
“Asal kamu tau Tuan Putri
sebenarnya kekasihmu itu adalah kakak kandungmu yang telah hilang sejak lama.
14 tahun yang lalu bersama dengan sahabatnya. Akulah dalang di balik itu semua”
“Kamu jangan sembarang bicara
ya!!! Jangan lagi kamu ungkit tentang kakakku yang hilang. Kamu boleh
membencinya tapi tidak perlu mengarang cerita palsu!!!!” jawabku kesal, aku
sampai berteriak saking kesalnya. Dia melanjutkan ceritanya.
“Dulu kalian bertiga selalu main
bersama. Kamu tidak menyadari kalau selama ini aku selalu memperhatikanmu, Tuan
Putri. Tapi apa? Kau tidak perduli padaku. Kau mengenalku hanya saat kita
berdansa untuk mengisi acara saat pertemuan antar kerajaan”
“CUKUP!!!!” aku tidak mau
mendengarnya lagi. Terlalu sakit hati ku setiap kali mengingat kenangan manis
bersama kakak dan sahabatnya yang sekaligus telah menjadi sahabatku juga. Kini
mereka telah tiada.
“Aku sengaja menyuruh mereka
masuk ke hutan itu, aku berpura-pura minta bantuan mereka. Ragestha Endra
Berliand sama dengan Tandy Sebastian dan Awantra Reefharn Permadan sama dengan
Abaynda Jiwa”
“CUKUP!!! AKU BILANG CUKUP!!!
Jangan bicara lagi. Baik, aku akan lakukan apapun asal kamu tidak bicara ini ke
siapa pun termasuk mereka” jawabku lemah. Dia berlutut di depanku dan mengusap
lembut pipiku yang sudah basah.
“Sungguh?” tanyanya meyakinkan.
Aku tersenyum getir, terpaksa. Tidak terbayang bagaimana nanti aku berhadapan
dengan mereka, dua orang yang berasal dari masa lalu ku??? Dia melepaskan
ikatanku lalu memelukku, hangat. Sejak tadi aku menahan dingin, aku berada di
ruangan AC dengan suhu 180C. Mukaku juga sudah mulai pucat.
“Aku mau pulang” ujarku lemah.
Sejak pagi aku memang belum makan. Dia ingin melarangku tapi aku kembali
bicara.
“Please…” dia pun luluh. Dia
mengantarku keluar rumah.
“Aku pulang sendiri aja”
“Ta..tapii”
“Kalau kamu nganter aku, kamu akan di hajar sama
mereka. Aku bisa kok pulang sendiri” aku memaksakan bibir ini tersenyum
padanya, walau pahit rasanya. Ternyata di luar hari sudah gelap.
×××
Teriakan kegirangan seisi rumah
menyambutku hangat. Aku hanya membalas dengan senyum. Olive memelukku. Dia
sampai menangis, terharu mungkin.
“Jangan nangis dong. Aku kan
baik-baik aja” aku usap lembut pipinya. Ebas dan Abay memandangku lekat,
seperti ingin mengintrogasi aku. Rando juga ikut memelukku. Olive dan Rando
mengajakku makan malam bersama, mereka memang paling dapat mengerti keadaanku.
Ebas memelukku dari belakang. Aku
diam, tak tahu harus berbuat apa, aku masih bingung dan bimbang dengan
keputusan yang telah ku pilih tanpa berfikir dulu. Dia menciumiku seperti
biasa, memancingku agar aku merespon tindakkannya. Malam ini aku benar-benar
takut, takut kalau semua ucapan Pangeran Kai benar nyata ada nya. Aku tatap
langit tanpa bintang. Ebas mengikutiku menatap langit, dia mengangkat tanganku
dan menunjuk satu bintang yang terlihat.
“Dia hebat, ya. Mampu bersinar
sendiri tanpa ada pendamping di sekelilingnya. Sama kaya kamu. Mampu jalani
semuanya walau tanpa aku di sisi kamu” dagunya bertengger di bahu kiri ku. Aku
tersentak kaget mendengar ucapannya barusan, dia sadar atau tidak ya bicara
seperti itu? Aku menghembuskan nafas panjang. Aku nikmati tiap hembusan
nafasnya. Aku resapi setiap ucapannya.
“Hey lihat ada bintang jatuh.
TIME TO MAKE A WISH” dia menutup mataku dengan tangannya. Kami saling
mengajukan satu permohonan dalam hati.
Aku ingin semuanya dapat berakhir
dengan indah.
Aku ingin selalu bersama
selamanya dengan Candy.
Kami membuka mata perlahan. Aku
tersenyum. Dia ikut tersenyum melihatku.
“Aku seneng banget punya pacar
kaya kamu. Kamu itu Cinta Pertama ku. Kamu perempuan pertama yang bisa luluh-in
hati ku” aku mulai terpancing untuk bicara.
“Sebelumnya kan kamu tuh jutek
banget, eh ternyata diam-diam kamu punya perasaan sama aku” dia makin
mempererat pelukkannya.
“Sayaangg… akhirnya kamu ngomong
juga. Seneng deh” dia kegirangan. Aku tersenyum tipis.
“Aku mau tidur” tanpaku sangka
dia mengangkatku dan membaringkanku di ranjang tidurku. Cukup kaget sih. Aku
memukulnya pelan.
“Kaget ya? Maaf deh sayang” dia
mengecup lembut keningku. Aku menarik tangannya.
“Temenin sampai aku tidur, ya”
pinta ku. Dia mengiyakan. Dia berbaring di sebelahku. Di usap-usapnya lembut
kepalaku, terkadang rambutku yang terurai di mainkan. Dia juga menyanyikan
berbagai lagu untukku. Sepertinya dia puas sekali memandangiku berlama-lama.
Biarlah, untuk yang terakhir. Aku hanya punya waktu 2 hari lagi disini karena
aku akan kembali ke negri tercintaku dengan Pangeran Kai calon suamiku. Aku
tertidur juga tepat menghadapnya.
“Candy, kamu kok cantik banget sih? Jadi inget my
little Princess Berli. Gimana kabar dia sekarang, ya?” Ebas ikut tertidur.
Sepanjang malam dia memelukku dan aku tidak menyadarinya karena ku tidur sangat
pulas.
×××
Nanti malam aku akan pergi
meninggalkan kota ini. Kota yang penuh dengan kenangan indah bersama Ebas dan
Abay, yang ternyata orang terdekatku di negri tercintaku. Olive masuk ke kamar
ku tanpa sepengetahuanku.
“Tuan Putri” sapa nya pelan.
Membuatku terkejut luar biasa.
“Em..eh..O..Olive kapan masuknya?
Gak ketuk pintu dulu, ya?” Tanya ku heran.
“Daritadi aku ketuk pintu tapi
gak ada sahutan karena ku kesal aku langsung masuk aja deh, ternyata kamu lagi
melamun. Apa sih ya kamu fikirin? Cerita dong sama aku” aku tidak menjawab. Aku
menatap nanar fotoku bersama Ebas yang ku bingkai dan ku letakkan di meja kecil
di sebelah ranjang tidurku.
“Candy?”
“Eh..iya..ada apa, live?”
“Tuh kan kamu melamun”
“Maaf. Olive, malam ini aku harus
pergi dengan Pangeran Kai. Dia sudah cerita semuanya padaku” dia sangat kaget
mendengarnya.
“Ebas adalah kakak kandungku yang
hilang 14 tahun yang lalu bersama sahabatnya Abay. Kai lah dalang di balik
semuanya. Dia menyukaiku sejak lama tapi aku tidak sadar”
“Apa? Gak mungkin lah, Cand”
“Ragestha Endra Berliand dan
Awantra Reefharn Permadan. BERLIAND… nama anggota kerajaan turun-temurun dan
PERMADAN nama anggota kerajaan yang bersahabat dekat sama kerajaanku” Olive
sampai tercengang mendengar penuturanku.
“Jadi kamu relain diri kamu demi
mereka? Biar mereka tidak mengetahui semuanya?” aku mengangguk pasrah. Kami
berpelukkan.
“Salam buat mereka semua” ucapku
lemah di sela tangisanku.
×××
Tangannya bergetar dahsyat
mendengar penuturanku dari balik pintu kamar. Dia tidak jadi memegang handle
pintu kamarku. Gak mungkin..ini semua gak
mungkin terjadi.. gue..dia..dan mereka..masa lalu gue… engga mungkin. Dia
mundur perlahan.
×××
Aku telah kembali ke negri ku
minus Meisholine dan Ralan, aku hanya berdua dengan Pangeran Kai. Kami saling
berpegang tangan, agak menyakitkan sebenarnya. Aku sangat hati-hati melangkah
ke dalam istana, seluruh penjuru negri ini ramai membicarakan kedatanganku dengan
selamat bersama Pangeran Kai calon suami ku. Aku mengenakan gaun pangantin
tempo hari yang masih ku simpan tanpa di cuci. Pangeran Kai juga sama. Ayanda
dan ibunda menyambut ku dengan riang.
“Clarinda, putriku sayang. kamu telah kembali”
“Apa kamu terluka sayang? Siapa yang telah lancang
menculikmu?”
“Ayahanda..ibunda… itu semua
telah lalu. Buktinya sekarang Clarinda baik-baik saja, kan? Bahkan kembali ke
istana ini bersama dengan Pangeran Kai. Aku sadar, kalau hanya dia lah yang
pantas untukku” aku tersenyum memandang Pangeran Kai. Menutupi luka hati yang
telah di koyak habis sama dia.
“Sungguh, putriku? Kamu sudah
siap menikah dengannya?” Tanya ayandaku. Aku mengangguk setuju.
“Aku ke kamar dulu, ya? Mau
membersihkan diri. Kalian atur saja semuanya, aku hanya menurut saja” aku
menuju kamarku yang telah lama sekali ku tinggalkan, ternyata sudah rapih
seperti sedia kala. Ke esokkan harinya seisi kerajaan sibuk menyiapkan acara
pernikahanku, aku beserta orangtua dan Pangeran Kai beserta orangtuanya berkeliling
taman, melihat taman yang yang sedang di hias sedemikian rupa. Aku menggandeng
tangan Pangeran Kai dan saling melempar senyum. Maafkan aku telah membohongi
kalian. Besok malam adalah acara pernikahanku.
Seluruh penjuru negri ini juga
riuh membicarakan pernikahanku yang sebentar lagi akan berlangsung. Kami 2
kerajaan yang sebentar lagi akan bersatu, berkeliling dengan kereta kuda sambil
melambaikan tangan dengan tersenyum ramah. Aku tidak menyangka, antusias
masyarakat yang luar biasa mendengar kabar kalau aku telah siap menikah dengan
Pangeran Kai. Hatiku menangis.
×××
“Sayang, kamu menangis? Apa kamu
belum sepenuhnya siap?” Tanya ibundaku saat menemuiku di kamar.
“Aku terharu ibunda. Akhirnya aku
telah menemukan Pangeran yang ku cari. Hikss…” ku peluk erat ibundaku sambil
menangis tertahan. Ebas…aku menyayangimu,
hiks hiks…
“Sebentar lagi acara di mulai.
Kita turun sekarang, yuk, Clarinda” aku merapihkan dandananku dan melangkah
berdampingan dengan ibunda. Semua mata tertuju padaku. Takjub akan kecantikkanku.
Gaun cadangan yang telah di rancang khusus oleh perancang busana kepercayaan
kerajaanku. Perpaduan warna putih dan pink yang dominan. Malam ini aku kembali
mengenakan mahkotaku, harga diriku.
Gaun putih panjang sekitar 2
meter di angkat para pelayanku agar tidak terseret saat ku berjalan. Model
rambutku kembali seperti dulu, gulungan sosis di bagian bawah. Kalung permata
asli yang ku kenakan sangat mengkilau, make up ku yang tipis makin menampilkan
kecantikkanku yang natural. Ayanda menjemputku di bawah tepat di depan tangga,
kami semua menuju taman kerajaan, untuk melangsungkan acara pernikahan.
Saatnya bertukar cincin. Andai pria di hadapanku Ebas, aku pasti
dengan senang hati memakaikan cincin ini.
“CANDY JANGAANNN!!!!” semua mata
menoleh ke sumber suara. Ebas.. aku langsung berhambur ke dalam pelukannya.
Kami saling berpelukan di depan umum termasuk kedua orangtua ku.
“Kenapa? Kenapa kamu sembunyiin
semuanya dari aku? Aku sayang kamu, Candy, tulus dari lubuk hati terdalam” aku
kembali menitikkan airmata.
“Aku gak sanggup, Ebas. Aku
terlalu sayang kamu. A..aku gak bisa terima kenyataan kalau..”
“Kalau kita saudara kandung, itu
kan maksudmu?” semuanya tersentak mendengar penuturan Ebas. Aku menangis
semakin jadi.
“Cukup, Ebas. Aku gak mau dengar
lagi. Terlalu sakit”
“Lebih sakit lagi aku tau
semuanya bukan dari kamu yang langsung cerita sama aku”
“Ebas.. aku minta maaf.
Aku..aku…” Ebas memelukku erat, aku tidak mampu berucap apapun. “Maaf” ujarnya
lirih. Tangisku semakin parah.
“Kenapa kamu rela menikah sama
dia? Dia bukan orang yang kamu cinta. Kamu ingat kan kita pernah berencana
menikah di tempat seindah ini? Di taman sebuah istana kerajaan ternama”
“Ebas, itu semua gak mungkin.
Sekarang keadaannya udah beda. Kita saudara kandung, kamu kakak aku yang hilang
14 tahun lalu” aku merendam wajahku di dada bidangnya Ebas. Pangeran Kai
menarik ku paksa dari pelukan Ebas.
“Dia istri gue”
“Belom resmi” sahut Ebas. Aku
panik melihat mereka mulai berkelahi. Kai menendang keras dada Ebas sampai
terjatuh dan mengeluarkan darah. Aku langsung menghampirinya.
“Ebas, kamu gak apa, sayang?
Kamu..” dia tersenyum dan mencoba bangkit, aku membantunya.
“Lihat nih. Clarinda lebih milih
nolong gue ketimbang lo! Ngaca dong, cowok brengsek gak pantes dapetin Princess
perfect kaya gini” aku mengusap darah di sudut bibirnya. Dia pahlawanku.
“Lo gak pantas kurang ajar sama
Pangeran” sahutnya.
“Mana ada Pangeran yang ngomong
GUE-LO dan BERKELAHI sama orang biasa. Keluarga lo tuh gak ada yang benar.
Kalian cuma mau nguasain kerajaan Berliand. Lo yang udah bikin gue sama sahabat
gue nyasar ke kota yang asing”
“Saya Awantra Reefharn Permadan
dan dia Ragestha Endra Berliand, 2 anak lelaki yang hilang 14 tahun lalu di
hutan terlarang” mendadak hening mendengar pengakuan Abay. Meisholine dan Ralan
mengiyakan. Setelah semua telah jelas, para pengaman di kerahkan untuk
menangkap seluruh anggota kerajaan Mentari.
Ayahanda dan ibunda menghampiri
kami. Kami saling berpelukan, Awantra juga berpelukan dengan orangtuanya yang
telah berpisah bertahun-tahun, Meisholine juga sama,sedangkan Ralan menunggu
nanti, karena ayah nya tidak ada disini.
“Ragestha, anak ku”
“Iya, ibunda” aku terharu melihat
pertemuan ini setelah perpisahan yang cukup lama. Tapi di sisi hati ku yang
lain, aku sangat sakit mengingat kalau aku dan Ebas tak dapat bersatu.
“Clarinda, adiku” ujarnya dengan
terpaksa.
“Ragestha, kakaku” sahutku tidak
kalah terpaksa, kami berpelukan hambar, tidak seperti dulu yang penuh dengan
kemesraan dan kehangatan. Awantra menghampiri kami. Ebas mencium keningku
lembut. Dia menyatukan tanganku dengan tangan Awantra. Aku bingung, apa
tujuannya???
“Kalian pasangan serasi. Abay
udah suka kamu sejak pertama ketemu di jalan. Dan Candy awalnya juga suka sama
lo, sob. Jadi kalian lebih cocok”
“Kalo gue sama dia, lo sama
siapa?” Ebas menarik paksa Meisholine.
“Olive juga boleh. Kalo di
perhatiin lumayan juga”
“Kakak gila iih”
“Daripada gue ngerusak
kebahagiaan kalian hayoo?”semua pada tertawa senang. Semuanya telah kembali
seperti semula. Walau aku dan Ebas belum sepenuhnya bisa menerima kenyataan
untuk berpisah sebagai sepasang kekasih.
×××
Kenyataan itu menyakitkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar